Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, menilai Pembahasan Rancangan Peraturan Presiden tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria (RanPerpres RA) tidak transparan dan memadai dari sisi proses perumusan, serta tidak ada pelibatan Gerakan Reforma Agraria secara aktif, setara dan substantif.
Secara keseluruhan, tidak ada pelibatan organisasi masyarakat sipil yang bermakna secara substantif. Proses perumusan dan pembahasan juga mengabaikan sejarah mengapa tuntutan dan urgensi revisi Perpres RA dilayangkan KPA bersama Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) kepada Presiden RI.
“Proses revisi Perpres RA mangkrak dan tertutup sepanjang 2019-2022 tanpa ada kejelasan status setiap dimintai penjelasan dan klarifikasinya, tanpa proses perumusan bersama sebagaimana disepakati, tanpa konsultasi publik yang matang dan memadai,” kata Dewi dalam Rilis KPA yang bertajuk “RanPerpres Reforma Agraria Versi Kemenko Perekonomian-KSP Menyeleweng, Perbaikan Perpres RA Harus Kembali Pada Konstitusi dan UUPA 1960”, Jumat (4/11).
Dewi menyebutkan pemerintah melalui Kemenko Perekonomian menginisiasi kegiatan diskusi untuk membahas RanPerpres RA. Bentuk kegiatan diskusi yang dirancang bersifat formalitas sosialisasi publik semata.
“Diskusi ini bukan proses partisipasi yang bermakna. Diskusi publik hanya formalitas, sebab pemerintah tergesa-gesa ingin mengesahkannya di akhir tahun 2022 atau awal 2023 di tengah proses yang penuh kontroversial ini,” tandasnya.
Dewi memperingatkan Kemenko Perekonomian, KSP, Kementerian ATR/BPN dan KLHK harus lah kembali mengingat kesejarahan tuntutan revisi Perpres RA.
“Pada peringatan Hari Tani Nasional (HTN) 2019, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) bersama Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) dengan Presiden RI bersepakat merevisi Perpres 86/2018 tentang RA. Sebab Perpres RA masih mengandung banyak kelemahan sehingga menghasilkan kemacetan realisasi 9 juta hektar land reform di Indonesia sebagaimana dijanjikan dalam Nawacita ke-5 dan RPJMN,” jelasnya.
Dewi juga memperingatkan Presiden perihal kemacetan dan ketidakjelasan proses revisi Perpres RA yang dijanjikannya pada 2019.
Selanjutnya, Presiden kembali mengingatkan jajaran kabinetnya yang hadir. Mandat revisi dilimpahkan prosesnya pada kepemimpinan Kepala KSP melalui Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria.
Dewi menyebutkan presentasi Kemenko Perekonomian di diskusi publik mengklaim Rakor Tim Percepatan sebagai bagian dari proses perumusan dan pembahasan bersama.
“Sebagai bagian dari Tim Percepatan, sekaligus sebagai pihak yang pertama kali meminta dilakukan perbaikan Perpres 86, KPA bersama organisasi-organisasi rakyatnya dan para pakar bukum agraria yang kredibel tidak pernah dilibatkan secara aktif dan substantif dalam proses perumusan, baik oleh Kemenko atau pun KSP,” imbuhnya.
Menurut Dewi, Rakor Tim tidak melibatkan seluruh tim secara setara dan bermakna, sehingga ia menegaskan bahwa ini adalah pembajakan proses dan orientasi substansi yang menyeleweng yang dilakukan oleh Kemenko dan KSP.