Lembata, Gatra.com - Pelabuhan Lewoleba, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi salah satu daerah yang disinggahi kapal Tol Laut Kendhaga Nusantara 7 sejak 2015. Kehadiran kapal ini berhasil mewujudkan target Tol Laut, yaitu menjamin ketersediaan stok sembako dan barang penting lainnya di Lembata.
Pelabuhan Lewoleba adalah pelabuhan yang disinggahi kapal Tol Laut Kendhaga Nusantara 7. Kapal yang dioperatori PT PELNI (Persero) ini melayani trayek pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya) - Larantuka (Flores Timur) - Lewoleba (Lembata), pulang-pergi. Trayek ini kerap disebut T14.
Meski stok barang kebutuhan aman, program Tol Laut belum cukup berhasil menekan disparitas harga antara Lembata dengan Pulau Jawa, Kepala Bidang Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Lembata, Mikel Boli, mengakui pihaknya kesulitan mengendalikan harga.
Baca Juga: Menhub Ungkap Capaian Kinerja Tol Laut pada 2021
Pasalnya, barang yang masuk ke Lembata bukan melalui kapal Tol Laut saja, ada juga yang memakai angkutan komersial. Ketika barang ini masuk pasar, sulit membedakan mana barang yang diangkut Tol Laut dengan yang dibawa kapal niaga komersial.
"Kita tidak bisa telusuri barang mana yang dari Tol Laut. Ketika bergabung, bisa saja dia beralasan ini barang dari kapal niaga," ujarnya.
Akibatnya, disparitas harga masih terjadi meski selisihnya kecil dengan Jawa. Misalnya, minyak goreng 1 liter dihargai Rp25 ribu, sementara di Jawa Rp23 ribu. Lalu, harga gula pasir 1 kg berkisar Rp15-16 ribu, sementara di Jawa hanya Rp13 ribu.
Padahal, harga angkutan barang melalui Tol Laut lebih murah dari angkutan komersial karena ada subsidi pemerintah. Vice President Usaha Barang Nonkomersial PT PELNI, Ridwan Mandaliko, mengatakan, tarif angkut satu kontainer 20 feet dari Tanjung Perak ke Lewoleba dipatok Rp3,3 juta. Adapun harga angkutan komersial untuk rute yang sama mencapai dua kali lipatnya, bisa Rp7 juta bahkan lebih.
Untuk menekan disparitas harga tersebut, PELNI membangun gerai Rumah Kita di Lembata pada April lalu. Gerai ini menjadi sentra distribusi barang-barang Tol Laut, yang dikelola anak usahanya, PT Sarana Bandar Nasional.
Ridwan menyebut, tujuan Rumah Kita adalah "membawa harga Jawa" ke daerah 3TP. Harga barang di sana lebih kompetitif sehingga diharapkan mampu mengendalikan disparitas harga.
"Rumah Kita merupakan upaya kami untuk menekan harga di daerah, mengingat kehadiran Tol Laut belum memberikan dampak di daerah,” ungkapnya.
Rumah Kita di Lembata merupakan gerai kelima yang dibangun PELNI di daerah tujuan Tol Laut. Rumah Kita pertama kali hadir di Timika, Manokwari, Morotai, lalu Saumlaki.
Kepala Subcabang Lewoleba PT Sarana Bandar Nasional (SBN), Nesatria Firman Hidayat, menuturkan, Rumah Kita buka dari pukul 9.00-17.00 WITA. Barang yang dijual antara lain minyak goreng, beras, ayam dan daging beku, minuman ringan dan mi instan.
Baca Juga: Kapal Tol Laut Kembali Beroperasi di Halmahera Utara
Sejak beroperasi enam bulan lalu, pembeli ramai berdatangan begitu tahu harganya lebih murah dibanding harga pasar. Per bulan, omzetnya tak kurang dari Rp300.
"Rata-rata pembelinya itu pedagang, tetapi pembeli eceran juga bisa beli," ungkap Firman.
Ia mencontohkan, harga daging ayam beku dibanderol Rp40 ribu hingga Rp50 ribu per ekor, di pasaran harganya Rp65 ribu. Lalu, beras premium di Rumah Kita Rp110 ribu per 10 kilogran, sedangkan di pasaran sekitar Rp120-125 ribu.
"Selain untuk menstabilkan harga, Rumah Kita ditujukan untuk mencegah kelangkaan barang tidak terjadi di sini," ungkapnya.