Jakarta, Gatra.com - Setelah 5 Organisasi Profesi Medis diantaranya Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), beserta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan sikap yang menolak Penghapusan UU Profesi dalam RUU Kesehatan (Omnibus Law) pada beberapa pekan lalu, kini IDI Cabang Kudus, beserta PDGI, PPNI, IBI, dan IAI setempat juga menyatakan hal yang sama.
Dimana dalam penetapan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas oleh DPR RI yang salah satu agenda pembahasannya adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan (Omnibus Law).
Dalam Jumpa Pers yang diadakan di Sekretariat IDI Cabang Kudus, Kamis (3/11) hari ini, Ketua IDI Cabang Kudus, Ahmad Syaifuddin, mengatakan bahwa IDI beserta Organisasi Profesi Kesehatan mendukung perbaikan sistem Kesehatan nasional dan menolak penghapusan UU Profesi yang ada dalam RUU Kesehatan atau Omnibus Law.
“Di daerah tidak ada masalah mengenai kewenangan IDI dan Pemda malah terbantu oleh OP medis dan kesehatan dalam mendukung peningkatan kesehatan masyarakat,” tegas Syaifuddin dalam konferensi pers daring, Kamis (3/11).
Dalam acara tersebut, Ketua Cabang IDI Kudus, dr. Ahmad Syaifuddin, M.Kes beserta PPNI yang diwakili oleh Ns Masvan, S.Kep, M.Kes, Darini, S.S.T Keb dari Ikatan Bidan Indonesia, drg. Rustanto dari PDGI, dan Apt Shohibul Umam, S.Farm dari IAI menegaskan bahwa sebagai organisasi kesehatan yang telah diakui dan menjalankan fungsi serta peran berdasarkan amanah di beberapa Undang-Undang lex specialis bidang kesehatan.
Dan demi mengedepankan kepentingan masyarakat dan keselamatan pasien yang lebih luas, Organisasi Profesi Medis dan kesehatan bersepakat dalam pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) tidak menghapuskan UU yang mengatur tentang Profesi kesehatan yang sudah ada dan mendorong penguatan UU Profesi Kesehatan lainnya dan mendesak agar Pemerintah maupun DPR lebih aktif melibatkan organisasi profesi kesehatan dan unsur masyarakat lainnya dalam memperbaiki sistem kesehatan untuk masa depan Indonesia yang lebih sehat.
Kelima organisasi profesi medis Kesehatan tersebut sepakat bahwa Kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat. Dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga.
Apt Shohibul Umam, S.Farm dari IAI mengatakan bahwa Keberadaan organisasi profesi beserta seluruh perangkatnya yang memiliki kewenangan dalam menetapkan kompetensi profesi kesehatan, seharusnya tetap dilibatkan oleh pemerintah dalam merekomendasikan praktik keprofesian di suatu wilayah.
IDI dan Organisasi Profesi Medis Kesehatan mengingatkan bahwa situasi pandemi Covid-19 telah memberikan pelajaran dan peringatan kepada semua pihak bahwa permasalahan kesehatan tidak bisa diselesaikan sendiri oleh pemerintah, kolaborasi dan sinergisitas semua pemangku kesehatan harus dikedepankan untuk memperbaiki sistem kesehatan saat ini dan di masa depan.
Ditambahkan oleh drg. Rustanto dari PDGI menyatakan hal paling urgent saat ini yang harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki sistem kesehatan yang secara komprehensif berawal dari pendidikan hingga ke pelayanan.
Pada 2016 WHO menerbitkan dokumen Global Strategy on Human Resources for Health Workforce 2030 sebagai acuan bagi pembuat kebijakan negara-negara anggota dalam merumuskan kebijakan tenaga kesehatan.
"Pemangku kepentingan yang dimaksud dalam dokumen ini bukan hanya pemerintah, tetapi juga pemberi kerja, asosiasi profesi, institusi pendidikan, hingga masyarakat sipil. Hal ini sejalan dengan prinsip governance, dimana pemerintah melibatkan secara aktif pemangku kebijakan lain. Isu pemerataan dan kesejahteraan tenaga kesehatan haruslah menjadi prioritas saat ini.” jelas drg. Rustanto.
Selain itu, dr Syaifuddin juga mengingatkan bahwa ada banyak tantangan Kesehatan seperti persoalan penyakit-penyakit yang belum tuntas diatasi, pembiayaan kesehatan melalui sistem JKN, dan pengelolaan data kesehatan di era kemajuan teknologi serta rentannya kejahatan siber, haruslah dihadapi dengan melibatkan stakeholder dan masyarakat.