Jakarta, Gatra.com - Dalam draf Rancangan Undang - undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) atau yang disebut sebagai Omnibus Law sektor keuangan memasukkan aset kripto ke dalam ruang lingkup Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK). Dengan demikian, aset kripto nantinya akan masuk dalam wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai memasukkan aset kripto ke bawah pengawasan OJK dan BI patut dipertanyakan. Musabab, selama ini pengawasan aset kripto menjadi wewenang Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Baca Juga: Pasar Aset Kripto di Indonesia Melemah. Apa Solusinya?
"Nah ini jadi pertanyaan, jadi aset kripto ini mau disamakan dengan currency (mata uang) atau tetap sebagai komoditas?," ujar Bhima dalam diskusi publik di Jakarta, Rabu (2/11).
Di sisi lain, menurut Bhima, Bappebti juga tengah menyiapkan bursa berjangka untuk aset kripto melalui Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021. Bank sentral, dalam hal ini BI pun, kata Bhima juga tengah menggarap Central Bank Digital Currency (CBDC) alias mata uang Rupiah digital.
Bhima pun berujar, bahwa selama ini aset kripto di berbagai negara termasuk Indonesia telah didefinisikan sebagai komoditas. Ia menjelaskan, apabila aset kripto dimasukkan sebagai mata uang, maka berisiko merusak sistemik sektor keuangan.
"Kalau kripto dipakai sebagai mata uang maka nanti akan bersaing, jangankan Rupiah, tapi juga dengan Dolar," jelasnya.
Oleh karena itu, Bhima mengatakan agar aset kripto tetap dijadikan sebagai komoditas, alih-alih mencampurnya sebagai mata uang ke dalam otoritas keuangan dan moneter yang beresiko.
Baca Juga: Dorong Teknologi Blockchain, Wamendag Tegaskan Kripto Diatur Sebagai Aset
"Sudah tepat posisi penyempurnaan aturan existing dari aset kripto yang idealnya dilakukan, dibanding melompat terlalu jauh dan menambah PR baru bagi BI dan OJK dalam RUU PPSK. Jalan tengah memang terbuka, tapi arah regulasi aset kripto harus diperjelas," katanya.
Sebagai informasi, dalam Pasal 202 RUU PPSK, aktivitas aset kripto dimasukkan dalam ruang lingkup Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK). Dengan dimasukkannya aset kripto dalam ruang lingkup ITSK, maka BI dan OJK praktis akan ikut serta dalam pengaturan dan pengawasan aktivitas aset kripto.
Pengaturan dan pengawasan BI dan OJK terhadap ITSK, termasuk aktivitas aset kripto, ini tertuang dalam pasal 206 sampai 212 RUU PPSK. Hal ini menjadi perhatian karena sebagai komoditi, selama ini aset kripto berada di bawah kendali Bappebti, bukan pada otoritas seperti OJK dan BI. Masuknya aset kripto dalam ITSK ini menimbulkan pertanyaan mengenai cakupan pengawasan OJK dan BI terhadap perdagangan komoditi.