Home Ekonomi Profit Merosot, Produsen Rokok Sebut Tarif Cukai Jadi Penyebabnya

Profit Merosot, Produsen Rokok Sebut Tarif Cukai Jadi Penyebabnya

Jakarta, Gatra.com - Raksasa perusahaan rokok, PT. HM Sampoerna dengan kode emiten HMSP mencatat profit atau laba bersih korporasi merosot 11,7 persen hingga kuartal III 2022 secara tahunan (yoy) menjadi Rp4,9 triliun dibandingkan laba bersih periode Januari-September 2021 sebesar Rp5,5 triliun.

Presiden Direktur HMSP Vassilis Gkatzelis menyebut penurunan profit perusahaan didorong kenaikan pajak cukai rokok. Ia mengatakan bahwa pajak cukai menjadi peranan penting pada industri tembakau.

"Secara tahunan, laba bersih turun 11,7 persen karena kami tidak dapat meneruskan beban cukai yang meningkat kepada konsumen," ungkap Vassilis dalam paparan publik secara virtual, Selasa (1/11).

Ia menjelaskan, bahwa tingginya kenaikan pajak cukai rokok mencapai dua digit di atas inflasi pada beberapa tahun terakhir menimbulkan tantangan bagi industri tembakau. Periode sebelum pandemi (2017-2019) kenaikan pajak cukai rokok sebesar 7 persen dan inflasi 3 persen. Sedangkan pada 2022 kenaikan cukai rokok mencapai 13 persen dengan prediksi inflasi 6 persen.

Selain itu, kesenjangan tarif cukai antara golongan sigaret kretek mesin (SKM) antara golongan I dan IIA semakin lebar mencapai sekitar 40 persen telah memicu down trading bagi produsen rokok, termasuk yang dialami MHSP. Besarnya selisih tarif cukai ini, kata dia, telah membuat beberapa konsumen beralih pada golongan rokok dengan tarif cukai lebih rendah.

Pemerintah pada tahun 2022 ini menetapkan tarif cukai rokok untuk jenis sigaret putih mesin (SPM) golongan I sebesar 13,9 persen; golongan IIA (12,4 persen); golongan IIB (14,4 persen). Sementara jenis SKM golongan I sebesar 13,9 persen; golongan IIA (12,1 persen); dan IIB (14.3 persen).

"Kami juga melihat adanya penurunan daya beli konsumen, hal ini berdampak pada penurunan laba industri rokok khususnya golongan I, termasuk Sampoerna juga terdampak," jelasnya.

Mempertimbangkan berbagai faktor penyebab itu, ia mengatakan perlunya intervensi pemerintah dalam perbaikan kebijakan cukai pada industri tembakau. HMSP menyebut kebijakan fiskal menjadi salah satu kunci mengamankan kesenjangan cukai untuk memastikan keberlanjutan industri tembakau di dalam negeri. Mengingat, industri rokok menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar bagi negara.

Perusahaan rokok di bawah Induk Philip Morris Indonesia ini mengklaim telah mempekerjakan 65 ribu karyawan, di mana sebanyak 85 persen dari total karyawan atau sekitar 56 ribu merupakan pekerja pelinting sigaret kretek tangan (SKT) padat karya.

Adapun data 2021, HM. Sampoerna dan Philip Morris Indonesia mencatat telah mengekspor sekitar 11 miliar batang rokok dari Indonesia dengan nilai ekspor mencapai US$120 juta ke hampir 40 negara di dunia. Korporasi mengklaim menjadi penyumbang penerimaan pajak negara terbesar pada 2021 dengan total yang dibayarkan mencapai Rp78,7 triliun.

150