Jakarta, Gatra.com- Peneliti senior Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Andreas Aditya Salim membahas pendeteksian kapal riset China Yuan Wang 5 yang sempat melintas di Selat Sunda.
Diketahui kapal riset Yuan Wang 5 adalah kapal riset tercanggih yang memiliki kemampuan pengendalian satelit dan rudal balistik yang dioperasikan oleh salah satu unit tentara Angkatan Bersenjata Pemerintah China.
Pada 11 Agustus 2022, kapal Yuan Wang 5 diagendakan bersandar di pelabuhan Hambantota, Sri Lanka. Namun, sudah ada kekhawatiran dari India untuk mengingat kemampuan yang dimiliki oleh kapal tersebut dan keamanan nasional pemerintah Sri Lanka.
Saat ingin kembali ke China, IOJI memantau kapal Yuan Wang 5 melewati Selat Sunda menuju ke Utara dengan melewati Pulau Sangiang dan Pulau Tunda.
“Berkaitan dengan hal ini, kita perlu tahu bahwa pemerintah Indonesia punya hak untuk menetapkan archipelagic sea lanes, atau garis alur laut kepulauan, itu adalah garis yang harus dipatuhi oleh kapal asing mana pun yang ingin melintas harus melewati garis itu,” kata Andreas dalam press briefing IOJI “Analisis Keamanan Maritim dan Ancaman IUU Fishing” melalui Zoom di Jakarta, Senin (31/10).
Meskipun demikian, secara lebih khusus lagi, Pasal 53 ayat 6 UNCLOS memberikan hak bagi negara kepulauan seperti Indonesia untuk menetapkan traffic separation scheme Selat Sunda.
Pasal 53 ayat (11) UNCLOS 1982 mengatur setiap kapal asing saat melintas wajib menghormati TSS yang ditetapkan Indonesia dengan cara melintas pada jalur TSS tersebut dan patuh terhadap berbagai ketentuan teknis yang ditetapkan saat melintas.
Jalur TSS Selat Sunda telah diadopsi oleh IMO10 dan lebih lanjut ditetapkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KM 130 Tahun 2020 tentang Penetapan Sistem Rute di Selat Sunda (“Kepmenhub 130/2020”). Aturan ini mewajibkan setiap kapal yang melintas di Selat Sunda untuk melintasi di sebelah barat Pulau Sangiang.