Batanghari, Gatra.com - Soal anak bawah umur mengais rejeki dalam suatu perusahaan guna menerima rupiah, menjadi perhatian khusus M. Kadhafi sejak menjabat Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.
"Kita sangat selektif perihal tenaga kerja. Perusahaan tidak diberikan izin menerima tenaga kerja anak di bawah umur," kata Kadhafi dikonfirmasi Gatra.com, Senin (31/10).
Meski menyakini tak ada perusahaan mempekerjakan anak bawah umur, Kadhafi tak menampik masih ada di lapangan anak-anak tenaga kerja lepas. Misalnya, sang anak ikut orang tua bekerja membersihkan lahan kelapa sawit milik orang lain.
"Kami terus turun ke seluruh perusahaan sekaligus mengecek setiap tenaga kerja di masing-masing perusahaan. Alhamdulillah tak ada anak bawah umur," ucapnya.
Kadhafi terus meminta anak buahnya secara rutin ceklis hal-hal dasar pendirian perusahaan. Ia berujar kesehatan dan keselamatan kerja (K3) serta BPJS Ketenagakerjaan wajib dipenuhi terhadap setiap pekerja masing-masing perusahaan.
"Sejak saya menjabat Plt Dinas Tenaga Kerja ini, saya sudah perintahkan Kabid Ketenagakerjaan dan Kabid HI (Hubungan Industrial) terjun langsung ke perusahaan-perusahaan," katanya.
Berdasarkan data terbaru Dinas Nakertrans, jumlah perusahaan dalam wilayah daerah pimpinan Muhammad Fadhil Arief dan Bakhtiar, sebanyak 319. Dari jumlah ini, kata Kadhafi sudah termasuk UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah).
"Tapi kalau jumlah perusahaan berupa PT (Perseroan Terbatas) yang wajib lapor ke Dinas Nakertrans sebanyak 73 perusahaan," ucapnya.
Selanjutnya Kadhafi merinci jumlah tenaga kerja wajib lapor ke Dinas Nakertrans sebanyak 9.780 orang. Tapi berdasarkan data WLKP (Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan) melalui aplikasi, jumlahnya sebanyak 12.635 orang.
Larangan perusahaan mempekerjakan anak bawah umur, kata Kadhafi berdasarkan UU RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ada sanksi pidana bagi siapa saja, termasuk pengusaha atau perusahaan mempekerjakan anak bawah umur seperti tertuang dalam Pasal 68 dan 69 ayat (2).
"Sanksi pidana paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun," katanya.