Lembata, Gatra.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) menahan tiga tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi Pengadaan Kapal Rakyat (DAK Transportasi) pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perhubungan Kabupaten Lembata Tahun Anggaran 2019. Kapal tersebut diberi nama Kapal Pinisi Aku Lembata.
Ketiga tersangka yang ditahan Kejari Lembata pada Kamis (27/10/2022), yakni Piet Bote selaku Pengguna Anggaran (PA), Muhamaf Fajar selaku PPK, dan Haji Ahmad selaku penyedia jasa. Dalam kasus dengan pagu anggaran Rp2.508.056.000 (Rp2,5 miliar) ini negara dirugikan Rp700.595.100 (Rp700 juta).
Baca Juga: Paulus Payong Koban DPO Kasus Zina Ditangkap Kejari Lembata
Kajari Kabupaten Lembata, Azrijal melalui Kasi Pidsus Haryanto, mengatakan, tim penyidik Tipidsus Kejari Kabupaten Lembata membenarkan telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dan langsung ditahan.
“Muhamad Fajar selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Piet Bote; Pengguna Anggaran (PA) ditahan 20 hari ke depan dan dititipkan di sel Polres Lembata. Sementara Haji Ahmad selaku penyedia jasa, menjalani tahanan di LP Kelas 1 Makassar, Sulawesi Selatan, karena terlibat kasus tipikor lainnya di sana,” kata Haryanto.
Dalam kasus ini, sebut Haryanto, kerugian negara akibat dari perbuatan ketiga orang tersangka berdasarkan perhitungan dari akuntan publik mencapai Rp700.595.100.
Lebih lanjut Haryanto menyebutkan, pada tahun 2019, Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perhubungan Kabupaten Lembata mendapatkan alokasi DAK Affirmasi Transportasi dari Kemendes RI senilai Rp2.508.056.000.
Pekerjaan sejak tanggal 5 Juli 2019–1 Desember 2019. Namun, pekerjaan tersebut tidak dapat diselesaikan tepat waktu dan PPK bersama Ppnyedia bersepakat melakukan addendum sebanyak 4 kali. Terdiri dari addendum penambahan waktu dan perubahan tahun anggaran hingga akhirnya pekerjaan tersebut diserahterimakan tanggal 12 Maret 2020.
“Penyerahan pekerjaan 12 Maret 2020 ini tanpa disertai dengan dokumen-dokumen kelengkapan kapal (surat izin tersebut. Ini merupakan pekerjaan finishing dan menjadi bagian dari kontrak yang harus diselesaikan oleh penyedia), serta dokumen dan uji berlayar, surat ukur, gros akta,” kata Haryanto.
Selain itu, Haryanto juga menyebutkan, akibat keterlambatan pekerjaan tersebut, PPK hanya mengenakan denda keterlambatan kerja selama 21 hari yang dihitung setelah tanggal 19 Februari 2020 sebesar Rp52.413.900 (Rp52,4 juta) yang diperhitungkan pada saat pembayaran 90%.
“Pekerjaan diserahterimakan akhir (FHO) pada tanggal 23 November 2021. Pembayaran yang dilakukan 90% senilai Rp2.121.515.000, dan sisa sebesar Rp.374.385.000 yang terdiri dari 10% untuk fisik pekerjaan dan 5% Jaminan Retensi,” katanya.
Dalam tahap penyidikan, kata Anto, telah diperiksa sebanyak 33 orang saksi dan 6 orang ahli. Kemudian, menyita beberapa dokumen terkait pengadaan Kapal Rakyat (DAK) Transportasi pada Dinas PUPRP Kabupaten Lembata TA. 2019.
Baca Juga: Buronan Korupsi Dana Covid-19 Flores Timur NTT Ditangkap di NTB
“Dalam penyidikan ditemukan beberapa item-item pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak. Karena itu, berdasarkan penghitungan kerugian negara oleh akuntan publik terdapat kerugian keuangan Negara senilai Rp700.595.100,” katanya.
Dia menyebutkan ketiga tersangka dalam kasus ini dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UURI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU RI Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.