Palembang, Gatra.com – Etilen Glikol (EG) yang menjadi indikasi penyebab Gagal Ginjal Akut Misterius atau Acute Kidney Injury (AKI) Atipikal pada anak ternyata hanya boleh masuk sebanyak 0,1 persen dalam tubuh.
Hal tersebut dijelaskan oleh Pakar Kimia yang juga sekaligus Dosen Kimia Universitas Sriwijaya (UNSRI), Dr. Dedi Rohendi, M.T yang menjelaskan secara rinci mengenai Etilen Glikol atau yang biasa disebut sebagai C2H6O2.
“Etilen Glikol itu sejenis alkohol ya, seperti yang kita kenal itu ada ethanol yang biasa kita temui pada campuran minuman, ethanol ini tidak beracun. Etilen glikol adalah anggota paling sederhana dari keluarga glikol senyawa organik. Glikol adalah alkohol dengan dua gugus hidroksil pada atom karbon yang berdekatan atau dalam bahasanya disebut 1,2-diol,” katanya pada Gatra.com Jumat, (28/10).
Etilen Glikol merupakan zat cemaran dari Gliserol. Dedi menjelaskan, dalam indikasi kompenan obat sirop atau obat cair untuk anak-anak, etilen glikol bukanlah komponen dari obat tersebut, melainkan zat cemaran atau kontaminasi dari pelarut yang biasa dipakai, yaitu Gliserol.
“Gliserol atau Polietilen Glikol sendiri sejenis alkohol juga tapi memiliki gugus 3OH dan umum digunakan sebagai pelarut obat, karena komponen obat itu tidak larut dalam air,” jelasnya.
Bahkan, Dedi juga mempertanyakan bagaimana produksi yang dilakukan sehingga mengalami kesalahan pada produk obat itu sendiri. Ia juga mengatakan ambang batas etilen glikol yang boleh ada dalam larutan gliserol.
“Kita tidak tahu apakah dari produksinya sendiri atau dari pelarutnya sendiri yaitu gliserol itu. Artinya tingkat kemurnian gliserol itu rendah atau ada pengotor. Sebetulnya, etilen Glikol itu diperbolehkan ada dalam gliserol, tapi hanya 0,1% jadi cukup rendah. Artinya kalau dibawah 0,1% tidak membahayakan. Ini sifatnya toleransi, artinya kalau lebih dari itu sudah dalam kategori membahayakan,” katanya.
Kata Dedi, yang perlu dipahami, etilen glikol atau dietilen glikol ini adalah bahan baku industri untuk kosmetik, untuk membuat polimer bahkan bisa digunakan untuk pendingin di radiator mobil. Etilen Glikol ini umumnya bukan untuk dikonsumsi.
Menurut Dosen Kimia itu, sebetulnya etilen glikol itu sendiri tidak dikategorikan beracun, namun ketika masuk ke dalam metabolisme tubuh maka akan terurai dengan beberapa tahapan.
“Ketika masuk ke dalam tubuh metabolisme dia itu bisa terurai menjadi Glikol Aldehid, kemudian teroksidasi menjadi Asam Glikolat, dan dia akan bereaksi lagi menjadi Asam Oksalat, dan dari Asam Oksalat dia akan bisa bereaksi lagi menjadi Kalsium Oksalat yang berbentuk kristal dan berbentuk jarum tajam, sehingga itulah yang diduga alasan mengapa terjadinya gagal ginjal pada anak. Jadi, akibat turunan dari metabolisme yang terjadi dari etilen Glikol menjadi kalsium Oksalat,” bebernya.
Lalu, Dedi menjelaskan ada beberapa kemungkinan mengapa etilen glikol dan dietilen glikol ini bisa ada di campuran obat, yaitu kemungkinanya karena proses produksi atau pembuatannya yang tidak relatif bagus.
“Sehingga muncul pertanyaan mengapa baru sekarang sebelumnya tidak pernah muncul kasus ini. Mungkin proses produksinya yang tidak bagus sehingga menghasilkan cemaran etilen glikol dan dietilen glikol. Dan sayangnya memang ini baru diketahui setelah ada kasus,” jelasnya lagi.
Durasi dampak Etilen Glikol
Dedi menjelaskan bagaimana tahapan atau durasi dampak etilen glikol yang masuk ke dalam tubuh anak-anak sehingga menyebabkan gagal ginjal akut misterius.
“Memang ada tahapan-tahapan ya, sampai itu bisa berakibat fatal dalam rentan beberapa hari atau beberapa minggu. Kabarnya juga udah obat itu fungsinya adalah menghambat proses berubahnya etilen glikol menjadi Glikol aldehid. Karena tahapannya adalah Etilen Glikol - Glikol Aldehid - Asam Glikolat - Asam Oksalat - Kalsium Oksalat, gitu,” tuturnya.
Ia juga mengatakan jika tahapan pertama saat etilen glikol masuk ke dalam tubuh maka akan membentuk Glikol Aldehid yang kategorinya adalah racun.
“Makanya dampak dari itu adalah kerusakan saraf dan segala macamnya itu. Dan sampai pada kerusakan ginjal itu diduga karena terbentuknya Kalsium Oksalat yang berupa kristal. Makanya indikasi gagal ginjal itu sudah buang air kecil, merasa sakit dan sampai pingsan, saya rasa itu hal yang logis,” jelasnya.
Pemerintah Lose Control dalam Monitoring
Pasca obat yang diindikasikan mengandung etilen glikol ditarik izin edar oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui araham Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Dedi mengatakan jika ini sebetulnya adalah bentuk lose control pemerintah terhadap frekuensi penyebaran obat.
“Kabarnya udah mulai ditarik ya, artinya tentu saja pemerintah tidak bisa mengontrol bagaimana frekuensi penggunaan obat itu. Kadang kita ini baru tahu kalau ada kasus ya, mungkin ini sudah masuk dalam Kejadian Luar Biasa (KLB), udah ada 130an anak,” katanya.
Menurutnya, kejadian ini merupakan pelajaran untuk pemerintah yang dalam hal ini merupakan pemegang kebijakan.
“Saya kira, apa yang dilakukan oleh pemerintah itu langkah antisipatif, langkah proaktif, terjadinya kasus ini ya bentuk apresiasi dan juga jadi pelajaran untuk kita semua. Monitoring itu penting ya di setiap tahapan, jangan sampai kecolongan,” katanya lagi.
Ia berharap dengan adanya kasus seperti ini bisa membuat elemen masyarakat dan juga pemerintah lebih awas dalam mengambil sikap, terlebih dalam kasus etilen glikol yang sebetulnya bahaya ketika masuk ke dalam tubuh.
“Untuk kadar sedikit itu kita gabisa menguji sendiri, kita perlu lab untuk mengujinya. Itulah fungsinya BPOM. Harus memastikan produk yang digunakan itu aman, dan ada beberapa instrumen di pemerintahan yang bisa melindungi konsumen. Ada Lembaga Kajian Indonesia (LKI), BPOM. Pemeriksaan harusnya rutin dilakukan, setiap obat masuk harus dapat izin, pemeriksaan berkala untuk memastikan obat itu tetap aman,” pungkasnya.