Jakarta, Gatra.com - Peneliti Formappi Y. Taryono memaparkan DPR sangat minim melibatkan publik dalam menentukan arah kebijakan pemerintah, padahal masyarakat yang merasakan dampak dari kebijakan tersebut.
“Seharusnya setiap kebijakan yang diusulkan pemerintah dibicarakan dulu dengan melibatkan publik seluas-luasnya melalui RDPU, setelah itu baru diputuskan oleh DPR. Tidak heran jika kebijakan pemerintah yang disetujui DPR sering kali menuai penolakan dari masyarakat melalui demonstrasi di berbagai daerah,” saran Taryono dalam Konferensi Pers Formappi “Kinerja DPR Konsisten Buruk, Arogansi semakin Merajalela” di Kantor Formappi di Matraman, Jakarta Timur, Kamis (27/10).
Oleh karena itu, Taryono menyampaikan DPR bisa dianggap belum optimal dalam menyerap aspirasi dan mengeksekusinya dalam rapat-rapat. Hal ini disampaikan berdasarkan penelusuran laporan singkat rapat-rapat Komisi I-XI DPR RI MS I TS 2022- 2023 sebagaimana dimuat dalam laman www.dpr.go.id dan media sosial resmi DPR (Facebook/Twitter) oleh Formappi.
Selanjutnya, Formappi menemukan sebanyak 79 kali rapat pengawasan terkait pelaksanaan kebijakan pemerintah yang dilakukan oleh 10 dari 11 Komisi, kecuali Komisi I.
Fokus pembahasan komisi dalam rapat tersebut dengan mitra kerjanya adalah membahas Rencana Kerja Pemerintah tahun 2023 dan evaluasi kinerja Kementerian/Lembaga (K/L) serta evaluasi kinerja beberapa perusahaan BUMN dilakukan sebanyak 50 kali rapat (63,29 persen).
Sedangkan, fokus pembahasan komisi dalam rapat membahas masalah yang terjadi di K/L sebanyak 13 kali rapat (16,46 persen), masukan dari masyarakat/praktisi sebanyak 9 kali rapat (11,39 persen). Sementara pelaksanaan fit and proper test terhadap calon pejabat publik sebanyak 7 kali rapat (8,86%).