Jakarta, Gatra.com - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut transisi energi baru terbarukan menjadi langkah vital dalam mengurangi dampak negatif perubahan iklim. Langkah itu dinilai mampu menyelamatkan biaya yang dikeluarkan negara untuk penanganan dampak akibat cuaca ekstrem yang mencapai 40 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
"Biaya tersebut dalam bentuk hilangnya peluang investasi, hambatan ekspor, impor wajib produk hijau dan terbatasnya akses pembiayaan global pada tahun 2050," sebut Bhima, Rabu (26/10).
Kendati, di sisi lain PLN sebagai perusahaan nomor wahid penyedia listrik di tanah air masih dominan menggunakan batu bara sebagai sumber energinya. Padahal, menurut Bhima, PLN akan menghadapi potensi risiko finansial apabila dominasi batu bara pada PLTU nya tetap berlanjut di tengah tingginya volatilitas harga batu bara di pasar global.
"Hal ini menimbulkan kekhawatiran di mana PLN harus menanggung selisih antara biaya pembangkit listrik dengan tarif subsidi pemerintah," ujarnya.
Di sisi lain, minimnya arus kas margin PLN, menurut Bhima juga akan memicu resiko gagal bayar utang kepada para investor.
"Hal ini dikarenakan pendapatan subsidi yang berasal dari pemerintah dalam bentuk piutang dilunasi secara bertahap," ucapnya.
Sementara itu, Peneliti Celios, Akbar Fadzkurrahman menyebut resiko gagal bayar utang PLN juga memungkinkan berdampak pada pemegang obligasi surat utang PLN. Di sisi lain, desakan global semakin kuat terhadap proyek-proyek untuk menerapkan konsep Environmental,Social, Governance (ESG).
"Lebih dari 90% perusahaan S&P 500 dan sekitar 70% dari perusahaan Russell 1000 telah menerbitkan laporan ESG," ungkap Akbar.
Adapun salah satu investor pembeli obligasi PLN yakni JP Morgan, diketahui telah memiliki komitmen mendukung praktik keuangan berkelanjutan melalui pengembangan Carbon CompassSM sebagai metode mengurangi intensitas kabron.
"Jadi PLN perlu lebih memperhatikan penerapan ESG," ujarnya.
Oleh karena itu, Akbar menyebut pentingnya peran pemegang obligasi PLN untuk mendorong arah kebijakan PLN kepada pembangunan proyek energi terbarukan. Salah satunya mencegah pembangunan PLTU batu bara baru dalam mengurangi resiko finansial dan non finansial.
"PLN diharapkan dapat melakukan komunikasi efektif dengan bondholders (pemegang obligasi) untuk mencegah penurunan peringkat utang PLN yang cukup vital bagi kelangsungan usaha PLN," tandasnya.