Jakarta, Garta.com – Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa tujuh direktur dari tujuh perusahaan untuk membongkar kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas impor garam industri tahun 2016–2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Rabu (26/10), mengatakan, ketujuh orang direktur dari tujuh perusahaan tersebut sebagai saksi.
Adapun ketujuh orang saksinya, yakni Direktur PT Dover Chemical, ARW; Direktur PT Aruki, S; Direktur PT Sinar Sino Kimia, AIES; Direktur PT Suprama, WNP; Direktur Firma Sariguna, MTS; Direktur PT Suritani Pemuka, AB; Direktur PT Heinz ABC, LM.
Selain itu, Tim Penyidik Pidsus Kejagung, memeriksa 4 saksi lainnya, yakni Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), ES; Kepala Seksi Klasifikasi I, Subdirektorat Klasifikasi Barang, Direktorat Teknis Kepabeanan, SM; PPIC Manager PT Ajinomoto Indonesia, Tbk., DHS; dan Kepala Biro Hukum Kemenperin, IYA.
Baca Juga: Kemenperin Kangkangi Rekomendasi Susi Pudjiastusi soal Impor Garam Industri
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan,” ujarnya.
Dalam kasus ini, Kejagung sempat memeriksa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pujiastuti sebagai saksi. Ia menyebut bahwa kala itu pihaknya hanya memberikan rekomendasi impor garam kurang lebih sebesar 1,8 juta ton.
Salah satu pertimbangan dalam pemberian dan pembatasan impor sejumlah tersebut adalah untuk menjaga kecukupan garam industri dan menjaga nilai jual garam lokal.
Namun ternyata, kata Ketut, rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI tidak diindahkan oleh Kementerian Perindustrian RI yang justru menetapkan kuota impor garam sebesar 3,7 juta ton.
“Hal itu berdampak terjadi kelebihan supply dan masuknya garam impor ke pasar garam konsumsi yang menyebabkan nilai jual harga garam lokal mengalami penurunan atau anjlok,” katanya.
Diduga, penentuan kuota impor sebesar 3,7 juta ton atau berlebihan di Kemenperin tersebut tanpa memperhatikan kebutuhan riil garam industri nasional serta terdapat unsur kesengajaan yang dilakukan oleh oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Ketut menjelaskan, saat ini perkara kasus dugaan korupsi impor garam industri ini masih di tahap penyidikan umum dalam rangka mencari alat bukti untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab secara hukum, dan telah dilakukan pemeriksaan puluhan saksi
Selain itu, Tim Penyidik Pidsus Kejagung telah melakukan sejumlah penggeledahan di beberapa lokasi, yakni Jakarta, Jawa Timur (Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan Pamekasan), Jawa Barat (Cirebon, Bandung, dan Sukabumi), dan penyitaan berupa dokumen, barang bukti elektronik, dan sampel garam impor.
Sebelumnya, Jaksa Agung Burhanuddin dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Senin (27/6), menyampaikan, pihaknya mulai membongkar kasus dugaan korupsi impor garam setelah menaikkannya ke tahap penyidikan.
Awalnya, Kejagung melakukan penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-20/F.1/Fd.1/06/2022 tanggal 14 Juni 2022. Setelah itu, kasusnya naik ke tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Prin-38/F.2/Fd.2/06/2022 tanggal 27 Juni 2022.
Menurutnya, peningkatan tahap penyelidikan ke penyidikan tersebut berdasarkan pada fakta-fakta yang diperoleh selama penyelidikan bahwa telah ditemukan suatu peristiwa pidana dalam impor garam, terutama garam industri sejak tahun 2016–2022.
Burhanuddin menjelaskan, pada tahun 2018, Kemendag menerbitkan persetujuan impor garam industri pada PT MTS, PT SM, dan PT UNI tanpa melakukan verifikasi sehingga menyebabkan kelebihan impor garam industri.
Bahwa pada tahun 2018, terdapat 21 perusahaan importir garam yang mendapat kuota persetujuan impor garam industri sebanyak 3.770.346 ton atau dengan nilai sebesar Rp2.054.310.721.560 (Rp2 triliun lebih) tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia sehingga mengakibatkan garam industri melimpah.
Para importir kemudian mengalihkan secara melawan hukum peruntukan garam industri menjadi garam konsumsi dengan perbandingan harga yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani garam lokal dan kerugian perekenomian negara.
Baca Juga: Kejagung Periksa Susi Pudjiastusi soal Rekomendasi Impor Garam Industri
Ulah tersebut sangat menyakitkan. Pasalnya, UMKM yang seharusnya mendapatkan rezeki dari sana menjadi merugi karena garamnya kalah bersaing harga dengan garam impor untuk industri. “Ini sangat-sangat menyedikan,” ujarnya.
Untuk membongkar kasus ini, Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung telah melakukan permintaan keterangan kepada beberapa orang yang terkait dan mendapat dokumen-dokumen yang relevan.
Setelah dilakukan analisa dan gelar perkara, Kejagung menyimpulkan bahwa terhadap perkara impor garam industri telah ditemukan adanya peristiwa pidana sehingga dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan untuk mengumpulkan bukti-bukti dan membuat terang peristiwa tersebut serta menemukan siapa yang bertanggung jawab atas perbuatan tersebut.
Adapun pasal yang akan disangkakan, yakni sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsidiairnya, Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.