Home Lingkungan Begini Strategi Pemerintah dalam Upaya Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca

Begini Strategi Pemerintah dalam Upaya Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca

Jakarta, Gatra.com - Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Andriah Feby Misna, menerangkan strategi yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).

"Untuk sektor energi, kita akan menurunkan di angka 358 juta ton CO2 di tahun 2030 dengan upaya kita sendiri, dan diharapkan mencapai 453 juta ton CO2 dengan bantuan luar," ujarnya dalam diskusi bertajuk "Kesiapan Energi Terbarukan dan Nuklir dalam Mendukung Zero Net Emisi di Indonesia", Senin (24/10).

Pertama, Feby menjelaskan bahwa pemanfaatan EBT secara masif akan dilakukan. Ia menjelaskan potensi yang ada di Indonesia sangat besar dan beragam seperti melalui tenaga surya, hidro, bioenergi, dan sebagainya.

Baca Juga: BRIN: Transisi Energi Dilakukan untuk Tahan Kenaikan Suhu Global

"Kita punya cukup banyak potensi. Sampai saat ini, pembangkit 60% masih didominasi energi fosil," katanya.

Ia juga menekankan bahwa perkembangan di bidang infrastruktur energi dan interkoneksi bisa mendorong EBT lebih besar. Saat ini, Feby mengatakan bahwa infrastruktur yang basisnya fosil masih belum memadai untuk menerima pembangkit yang sifatnya non-fosil. Untuk itu, perbaikan infrastruktur yang ada sangat diperlukan.

Selanjutnya, Feby mengatakan bahwa pemerintah akan melengkapi berbagai regulasi yang diharapkan bisa mendorong percepatan EBT. Salah satunya adalah terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik, serta perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT. Hal ini diperlukan untuk menciptakan regulasi yang komprehensif untuk menciptakan iklim pengembangan EBT yang berkelanjutan dan adil.

"Perpres sudah keluar. Kami berharap UU EBT bisa segera keluar. Kami juga akan melengkapi peraturan turunan dari Perpes maupun UU EBT nantinya," jelasnya.

Penyiapan road map terkait sumber pendanaan murah juga menjadi poin yang ditekankan. Feby menyebutkan bahwa pembangunan pembangkit EBT membutuhkan biaya yang cukup besar.

Selain itu, koordinasi dengan peneliti diperlukan dalam mengembangkan teknologi yang dibutuhkan. Untuk menghasilkan pembangkit listrik, salah satu teknologi yakni teknologi penyimpanan untuk energi sangat penting untuk membangun industri yang kuat.

Baca jugaMahasiswa UI Hadirkan Solusi Praktis untuk Persoalan Energi Terbarukan di Indonesia

Terakhir, Feby mengatakan bahwa nuklir bisa menjadi salah satu EBT yang diproduksi.

"Nuklir punya peran penting untuk men-support transisi energi. Tugasnya adalah, bagaimana bisa meyakinkan keamanan dari nuklir dan juga masalah teknis terkait, bisa terjawab dengan baik," paparnya.

Indonesia memiliki target jangka panjang, bahwa Net-Zero Emission yang dikeluarkan pada tahun 2060 sejumlah 129 juta ton CO2. Hal ini merupakan upaya dalam mewujudkan Paris Agreement untuk menahan kenaikan suhu global sebesar 2 derajat celcius.

150