Jakarta, Gatra.com - Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Mego Pinandito mengatakan bahwa saat ini, Indonesia telah terlibat dalam mewujudkan Paris Agreement. Artinya, Indonesia akan ikut serta secara aktif dalam menahan kenaikan suhu global sebesar 2 derajat celcius dan berupaya menekannya lebih jauh lagi, atau mendekati 1,5 derajat celcius di masa pra industrialisasi, sehingga dibutuhkan strategi yang tepat dalam mewujudkannya.
"Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 40% di tahun 2030. Pada 2019, capaiannya masih belum maksimal. Tentunya ini harus terus didorong. Besarnya kontribusi apa saja faktor-faktor penyebabnya, terutama masih besarnya penggunaan energi fosil dalam penggunaan listrik, transportasi, industri manufaktur dan industri lain," ujarnya dalam pembukaan diskusi bertajuk "Kesiapan Energi Terbarukan dan Nuklir dalam Mendukung Zero Net Emisi di Indonesia", Senin (24/10).
Baca juga: Mahasiswa UI Hadirkan Solusi Praktis untuk Persoalan Energi Terbarukan di Indonesia
Ia menuturkan bahwa potensi Indonesia terhadap energi baru terbarukan sangat banyak, mulai dari panas bumi, angin, arus laut, hingga nuklir. Ini menjadi peluang dalam mewujudkan penggunaan energi bersih seperti yang diharapkan.
Lebih lanjut, langkah transisi energi perlu dilakukan dengan memperhatikan keamanan masalah pasokan, akses terhadap kebutuhan universal atau mudah dijangkau, serta penerapan energi bersih dalam konteks lingkungan.
Baca juga: Ini Dia Inovasi Tiga Startup Peraih Penghargaan Festival Energi Terbarukan [RE]Spark 2022
"Ini upaya bersama, oleh karena itu kolaborasi antara pemerintah dengan berbagai pihak termasuk masyarakat, bisa terus dikembangkan dan dipererat," ucapnya.
Kerja sama dengan negara tetangga juga diperlukan, terutama dengan negara yang telah memiliki pengetahuan lebih maju terkait energi terbarukan. Negara di Asia Tenggara bisa menjadi salah satu awalan untuk bekerjasama, agar dukungan bisa didapat untuk melakukan pengembangan energi baru terbarukan.
Namun, Mego juga menjelaskan bahwa upaya ini memerlukan strategi yang tepat dalam hal pendanaan agar tidak memberatkan keuangan negara. Selain itu, hal ini harus turut memperhatikan stabilitas keuangan dan perekonomian nasional.