Jakarta, Gatra.com - KBRI Phnom Penh dan Direktorat Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri kembali merepatriasi sebanyak 52 Pekerja Migran Indonesia Bermasalah (PMIB) dari Kamboja, pada Minggu (23/10). Repatriasi tersebut merupakan pemulangan gelombang kedua yang dilakukan Kemlu pada bulan Oktober 2022. Sebelumnya, pada Kamis (13/10), sebanyak 20 PMIB telah berhasil dipulangkan ke Indonesia.
“Semua elemen masyarakat harus terlibat dalam melakukan pencegahan agar Saudara-saudara kita di Indonesia tidak terus-terusan terjebak dan menjadi korban eksploitasi dari para sindikat perekrut" ujar Sekretaris Pertama Pelaksana Fungsi Pelindungan WNI KBRI Phnom Penh, Rosie Anjani, seperti dikutip dalam pernyataan resminya, pada Senin (24/10).
Baca Juga: Kemnaker Gagalkan Penempatan 38 Pekerja Migran ke Timur Tengah
Rosie menyebut, permasalahan tersebut telah menjadi darurat nasional di Indonesia, karena banyak pihak yang memanfaatkan kesulitan ekonomi pasca pandemi dengan menawarkan iming-iming pekerjaan di Kamboja bergaji besar melalui proses rekruitmen yang instan.
Untuk diketahui, sebanyak 52 dan 20 PMIB tersebut merupakan bagian dari semesta 172 PMIB yang kasusnya tengah ditangani oleh KBRI Phnom Penh. Seluruh PMIB tersebut sudah melalui proses asesmen, dan hampir seluruhnya dinyatakan terindikasi sebagai korban dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Sebelumnya, pada Agustus 2022 silam, Kemlu telah memulangkan sebanyak 241 yang juga memiliki indikasi terkait tindak pidana yang sama, dari Kamboja.
Baca Juga: Kemensos: RI Siap Jadi Tuan Rumah KTT Penyandang Disabilitas Asia Pasifik
Namun demikian, hingga saat ini, KBRI Phnom Penh masih menerima banyak aduan dari WNI di Kamboja yang mengaku telah menjadi korban penipuan lowongan kerja. Kedatangan para WNI itu pun berujung pada eksploitasi, di mana para WNI akhirnya dipekerjakan sebagai scammer daring untuk menawarkan investasi palsu.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan pihak KBRI kepada para PMIB, disebutkan bahwa alasan WNI terkait kedatangan mereka ke Kamboja adalah untuk mencari nafkah. Sebagian dari mereka mengaku telah kehilangan pekerjaan ataupun menghadapi kepailitan selama pandemi. Sementara itu, sebagian lainnya mengaku sebagai lulusan sekolah menengah atau perguruan tinggi yang kesulitan mencari lapangan pekerjaan di Indonesia.