Jakarta, Gatra.com- Program co-firing biomassa yang digaungkan pemerintah, memunculkan kekhawatiran adanya potensi deforestasi hingga mencapai 2 juta hektar dan kesangsian tentang klaim rendahnya emisi yang dihasilkan. Namun, Kementerian LHK membantah bahwa target bauran energi nasional dari sektor kehutanan ini akan mengurangi luasan hutan karena akan diambil dari kawasan hutan produksi konversi.
Kasubdit Pemolaan dan Pengolahan Hasil Hutan, Ditjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Kementerian LHK, Dr Sudarmalik mengatakan, jangan sampai ada pemahaman yang salah soal co-firing yang menyebabkan terjadinya proyeksi yang juga salah.
Sebab menurut dia, selama ini tidak ada atau tidak terjadi deforestasi melalui program co-firing. Dalam pembangunan HTE, sejauh ini tidak dari hutan alam namun dari fungsi kawasan yang konteksnya tidak produktif kemudian ditanami.
“Co-firing adalah program pemerintah mengurangi batubara. Kalau mengurangi langsung, itu tidak bisa, sehingga ada co-firing atau pencampuran. Bahwa co-firing ini, yang selama ini terjadi di KLHK, tidak menebang pohon konteksnya, pohon dalam arti hutan alam, tapi itu artinya menanam, seperti (tanaman) kaliandra. Kalau dari HTE, itu konsepnya tidak dari hutan alam tetapi dari kawasan yang konteksnya tidak produktif kemudian ditanami. Kenapa? Karena di dalam (jenis) gamal seterusnya, ada jenis yang cepat tumbuh, yang tidak butuh kesuburan. Co-firing selama ini tidak menebang pohon,” ungkap Sudarmalik dalam diskusi Green Editor Forum yang diselenggarakan SIEJ Indonesia (The Society of Indonesian Environmental Journalists), Sabtu, (22/10).
Data pemerintah, pembangunan HTE ditargetkan 205.700 hektar meski baru terealisasi 84.071 hektar. Ada kendala yang menjadikannya tidak optimal. Dalam konteks pengembangan energi, ada aspek-aspek yang bukan terkait kebijakan, tapi proses implementasi yang terjadi. “Ada konteksnya harga yang belum connect dari usahanya sampai hilirnya,” tambahnya
Sebagai informasi, co-firing adalah upaya pemerintah Indonesia meningkatkan bauran energi baru terbarukan dalam proses transisi energi, melalui campuran pasokan batubara dengan biomassa di pembangkit listrik batubara (PLTU).