Jakarta, Gatra.com - Anggota Komisi VII DPR RI, Fraksi Kesejahteraan Sosial (PKS) Mulyanto, menilai Pemerintah tidak serius dalam pengembangan energi baru dan energi terbarukan (EBET).
Menurut dia dalam pembahasan RUU EBET saja, respon Pemerintah baru sebatas mengirimkan surat presiden (surpres) tanpa dilengkapi dengan daftar isian masalah (DIM).
"Soal RUU EBET ini saya melihat Pemerintah hanya sekadar gimik saja. Bahkan cenderung melakukan pendekatan proyek, ketimbang pendekatan struktural, seperti misalnya proyek mobil listrik untuk pejabat," ujar Mulyanto di Jakarta, Jumat (21/10).
Baca Juga: Potensi Energi Terbarukan Indonesia Mencapai 417 Giga Watt
Mulyanto menekankan berdasarkan ketentuan UU Pembentukan Perundang-Undangan, dalam waktu paling lambat 60 hari, Presiden harus sudah memberikan surat presiden dan daftar isian masalah ke DPR. Namun, terkait RUU EBET ini, Pemerintah baru mengirimkan surpres tanpa disertai DIM. Padahal batas waktu sudah melebihi dari 60 hari.
"Seharusnya Pemerintah lebih serius lagi dengan pendekatan struktural, termasuk menyiapkan basis infrastruktur dan regulasinya. Kapan majunya EBET kita, kalau kebijakan yang diambil bias ke arah bisnis pribadi pejabat seperti itu," kata Mulyanto.
Baca Juga: Kebijakan Energi Terbarukan Indonesia
Mulyanto menganggap aneh dengan sikap Pemerintah terkait RUU EBET ini. Telah lewat 60 hari sejak surat DPR dikirim ke Presiden, hingga kini menurutnya respon Pemerintah sangat lambat. Padahal, revisi terakhir UU No. 12/2011 tentang pembentukan perundang-undangan, melalui UU No. 13/2022, mengamanatkan, bahwa Presiden menugaskan menteri yang mewakili untuk membahas RUU disertai DIM paling lama 60 hari sejak surat DPR diterima.
"Tanpa adanya DIM, apa yang bisa dibahas? Tidak bisa dilanjutkan pembahasan RUU EBET ini. Secara sederhana dapat diartikan pemerintah tidak punya kehendak untuk membentuk RUU EBET ini," lanjut Mulyanto.