Home Hukum Kejagung Diminta Tak Hanya Tajam ke Bawah di Impor Baja

Kejagung Diminta Tak Hanya Tajam ke Bawah di Impor Baja

Jakarta, Gatra.com – Pengurus Besar Komunitas Aktivis Muda Indonesia (PB KAMI) meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak hanya tajam ke bawah dalam mengusut kasus dugaan korupsi impor besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya tahun 2016–2021.

Ketua Umum PB KAMI, Sultoni, menyampaikan, pihaknya kembali melakukan aksi di Kejagung, Jakarta, Kamis (20/10), untuk mendesak Korps Adhyaksa menerapkan asas kesaman di depan hukum dengan mengusut tuntas semua pihak yang diduga terlibat.

Sultoni menyampaikan, pihaknya menilai penetapan 4 tersangka individu itu baru menyasar pihak bawah dan belum menyentuh pihak yang diduga sebagai yang paling bertanggung jawab. “Hanya 'mengorbankan' pegawai rendahan,” ujarnya.

Ia menyampaikan, izin impor besi atau baja dan produk paduan serta turunannya ini persetujuannya diberikan oleh petinggi di bagian impor pada Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Ia mensinyalir bahwa petinggi di bidang tersebut belum tersentuh dalam kasus ini. “Ini melukai hati nurani rakyat Indonesia yang mendambakan asas persamaan di hadapan hukum,” katanya.

Baca Juga: Kejagung Periksa Direktur PT Nippon Steel soal Impor Baja

Belum tersentuhnya pihak yang diduga harusnya menjadi yang paling bertanggung jawab ini tentunya tidak sejalan dengan pesan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang kerap menyampaikan bahwa hukum tidak boleh hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Terkait ini, pihaknya berencana menyampaikan kepada Komisi III DPR untuk memanggil Jaksa Agung dan Jampidsus untuk mendapatkan penjelasan soal penanganan kasus dugaan impor baja atau besi tersebut. “Kami juga mendorong agar KPK untuk mengambil alih kasus ini,” katanya dilansir Antara.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, menyampaikan, pihaknya masih terus mendalami kasus impor baja atau besi ini dengan memeriksa saksi-saksi.

Untuk hari ini, Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung memeriksa empat orang saksil untuk dua tersangka korporasi PT Duta Sari Sejahtera (PT DSS) dan PT Perwira Adhitama Sejati (PT PAS).

Keempat saksinya, kata Ketut, yakni Direktur PT Panah Dunia Perkasa, RK; Direktur PT PAS, HT; Customer Service BCA KCP Sunter Bisma Jakarta Utara, DAA; dan Direktur Direktur PT Andaru Steel One, BG.

“Diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam impor besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya,” ujar Ketut.

Dalam kasus dugaan korupsi impor baja atau besi ini, Kejagung telah menetapkan 10 tersangka, terdiri dari 4 tersangka individu dan 6 korporasi.

Keempat tersangka individunnya, yakni Kasubdit Perizinan Impor Kemendag, C (almarhum), Kasubag Tata Usaha pada Direktorat Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kemendag, Tahan Banurea (TB), Manajer PT Merseti Logistik Indonesia, Taufiq; dan pemilik atau owner PT Meraseti Logistic Indonesia, PT Meraseti Transportasi Indonesia, PT Meraseti Maritim Indonesia, PT Meraseti Digital Kreatif, PT Meraseti Konsultama Indonesia, PT Meraseti Bakti Nusantara, PT Meraseti Anugerah Utama, dan PT Meraseti lainnya, Budi Hartono Linardi (BHL).

Adapun 6 tersangka korporasi, yaitu PT Bangun Era Sejahtera (PT BES), PT Duta Sari Sejahtera (PT DSS), PT Inti Sumber Bajasakti (PT ISB), PT Jaya Arya Kemuning (PT JAK), PT Perwira Adhitama Sejati (PT PAS), dan PT Prasasti Metal Utama (PT PMU).

Kejagung menyangka Tahan Banurea melanggar sangkaan Kesatu, Primair; yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Subsidiair, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Perbuataan tersebut atau melanggar sangkaan Kedua, yakni Pasal 5 Ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atau melanggar sangkaan Ketiga, Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan tersangka Taufiq dan Budi Hartono Linardi, Kejagung menyangkakan melanggar sangkaan Kesatu, Primair; Pasal 2 Ayat (1) jucto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca Juga: Legislator Ingatkan Kejagung Tak Tebang Pilih soal Kasus Impor Baja

Kesatu, Subsidiair; Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Atau melanggar sangkaan Kedua, yakni Pasal 5 Ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Perbuatan tersanka Taufiq dan Budi Hartono Linardi itu atau melanggar sangkaan Ketiga, yakni Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan terhadap keenam tersangka korporasi, Kejagung menyangka mereka melanggar sangkaan Pertama, Primair; Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kesatu, Subsidair; Pasal 3 Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan sangkaan Kedua, Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

103