Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menahan tersangka J, makelar tanah dalam kasus dugaan korupsi mafia tanah dalam Kegiatan Pembebasan Lahan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Kota Administrasi Jakarta Timur Tahun 2018.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Jakarta, Ade Sofyansah, Rabu malam (19/10), menyampaikan, pihaknya menahan tersangka J di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor : PRINT-2663/M.1/Fd.1/10/2022 tanggal 19 Oktober 2022,” katanya.
Baca Juga: Kejati DKI Sita Rumah hingga Mobil Kasus Mafia Tanah Cipayung
Ade menjelaskan, penyidik menahan tersangka J selama 20 hari ke depan, terhitung mulai dari, Rabu, 19 Oktober 2022 sampai dengan Senin, 7 November 2022 untuk kepentingan penyidikan.
Penahanan tersebut juga berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Khusus Nomor : PRINT-1872/M/1/Fd.1/07/2022 tanggal 19 Juli 2022 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-70/M.1/Fd.1/07/2022 tanggal 19 Juli 2022.
Ade menjelaskan, kasus yang membelit tersangka J ini berawal pada tahun 2018. Kala itu, Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta melakukan pembebasan lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, atas 8 pemilik lahan guna kepentingan pengembangan RTH DKI Jakarta.
“Dalam pelaksanaan pembebasan lahan di RT 008 RW 03, Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, dilaksanakan secara melawan hukum,” ujarnya.
Menurutnya, dalam proses pembebasan lahan tersebut terdapat kerja sama antara tersangka J, LD, MTT, dan HH sehingga lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung itu dapat dibebaskan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta.
“Para tersangka telah melakukan pengaturan harga terhadap 8 pemilik atas 9 bidang tanah di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung,” ujarnya.
Atas pengaturan itu, pemilik lahan tersebut hanya menerima uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp1.600.000 (Rp1,6 juta) per meter. Sedangkan harga yang dibayarkan Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta kepada pemilik lahan rata-rata sebesar Rp2.700.000 (Rp2,7 juta) per meter.
Total uang yang dibayarkan Dinas Kehutanan Provinsi DKI adalah sebesar Rp46.499.550.000 (Rp46,4 miliar lebih). Sedangkan total uang yang diterima oleh pemilik lahan hanya sebesar Rp28.729.340.317 (Rp28,7 miliar lebih).
Baca Juga: Kejati DKI Dalami 'Feed Back' ke Dinas Pertamanan Terkait Mafia Tanah Cipayung
“Dari pengaturan tersebut, uang hasil pembebasan lahan yang dinikmati tersangka J dan tersangka lainnya sebesar Rp17.770.209.683 (Rp17,7 miliar lebih),” katanya.
Pembayaran dilakukan pada bulan Agustus 2018. Pencairan pembayaran tersebut membuat para tersangka menerima keuntungan yang tidak sah. Selain itu, proses pembebasan lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, itu melanggar Peraturan Gubernur Nomor 82 tahun 2017 tentang Pedoman Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Atas perbuatan tersebut, Kejati DKI Jakarta menyangka J melanggar Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3, Pasal 5, Pasal 13 juncto Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.