Jakarta, Gatra.com - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengimbau masyarakat untuk tak membeli obat bebas tanpa rekomendasi tenaga kesehatan sementara waktu. Imbauan tersebut berkaitan dengan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal yang terus meningkat secara cepat di Indonesia sejak Januari 2022 silam.
"Masyarakat untuk sementara waktu agar tidak membeli obat bebas tanpa rekomendasi tenaga kesehatan, sampai didapatkan hasil investigasi menyeluruh oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)," ujar Ketua Pengurus Pusat IDAI dr. Piprim Basarah Yanuarso, seperti ia katakan dalam videonya, pada Rabu (19/10).
Piprim juga mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan waspada terhadap gejala gangguan ginjal akut progresif atipikal tersebut. Beberapa di antaranya adalah urine yang berkurang atau bahkan sama sekali tidak ada secara tiba-tiba.
Baca juga: Waspada Kasus Ginjal Akut, Pesan Kemenkes: Jangan Minum Obat Sirup Tanpa Konsultasi Dokter!
Ia pun menyarankan agar masyarakat dapat mengurangi aktivitas anak-anak, khususnya balita, yang menyebabkan munculnya risiko keterpaparan infeksi gangguan ginjal tersebut. "Seperti (aktivitas) dalam kerumunan, ruang tertutup, tidak menggunakan masker, dan lain-lain," ujar Piprim.
Selain imbauan terhadap masyarakat, IDAI juga memberikan rekomendasi kepada tenaga kesehatan dan rumah sakit sebagai bentuk antisipasi akan gangguan ginjal tersebut. Salah satu di antaranya adalah larangan peresepan obat sirup yang diduga terkontaminasi etilen glikol atau dietilen glikol, sesuai investigasi Kemenkes dan BPOM.
"Bila memerlukan obat sirup khusus, misalnya obat anti epilepsi, atau lainnya, yang tidak dapat diganti sediaan lain, harap konsultasikan dengan dokter spesialis anak atau konsultan anak," imbau Piprim.
Baca juga: IDAI Sebut Fungsi Ginjal pada Pasien dengan Gangguan Ginjal Akut Memungkinkan untuk Pulih Total
Ia pun menyarankan agar tenaga kesehatan meresepkan obat pengganti yang tidak termasuk dalam daftar dugaan obat terkontaminasi, atau dengan jenis sediaan lain seperti suppositoria atau obat yang dikonsumsi dengan dimasukkan ke dalam anus, maupun obat puyer dalam bentuk tunggal (monoterapi).
"Peresepan obat puyer tunggal hanya boleh dilakukan oleh dokter, dengan memperhatikan dosis berdasarkan berat badan, kebersihan pembuatan, dan tata cara pemberian," lanjutnya.
IDAI pun mengimbau agar tenaga kesehatan dapat melakukan pemantauan secara ketat akan tanda awal gangguan ginjal akut tersebut, baik pada pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan. Tak hanya itu, pihak rumah sakit pun diminta untuk meningkatkan kewaspadaan deteksi dini gangguan, dan mempersiapkan penanganan kasus secara kolaboratif.