Jakarta, Gatra.com- Polri belum mengagendakan pemeriksaan dugaan pelanggaran etik terhadap Irjen Teddy Minahasa. Saat ini, diketahui bahwa Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri masih melakukan pemberkasan.
"Sedang pemberkasan etik," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, Rabu, (19/10).
Dedi belum dapat memastikan kapan bekas Kapolda Sumatra Barat (Sumbar) itu menjalani pemeriksaan etik. Menurut Dedi, perkara jadwal pemeriksaan etik merupakan kewenangan yang diatur oleh Divisi Propam Polri.
Baca Juga: Alasan Sakit, Pemeriksaan Irjen Teddy Minahasa Ditunda
Meski begitu, Dedy mengatakan bahwa nantinya pemeriksaan etik dan pidana Irjen Teddy Minahasa dilakukan secara terpisah. Pemeriksaan pidana dilakukan di Polda Metro Jaya, sedangkan etik di Divisi Propam Polri. Terkait pidana, Dedi mempersilakan tanya ke Polda Metro Jaya.
"Pidana ke polda, kode etik Propam," jelas Dedi.
Sebelumnya, Teddy Minahasa menjalani pemeriksaan terkait tindak pidana narkoba di Polda Metro Jaya pada Selasa siang, (18/10). Hal itu disampaikan pengacaranya, Henry Yosodiningrat. Namun, hasil pemeriksaan pidana jenderal bintang dua itu belum disampaikan Polda Metro.
Teddy Minahasa ditetapkan sebagai tersangka peredaran sabu bersama empat anggota lainnya. Keempat polisi tersebut, yakni anggota Polres Metro Jakarta Barat (Jakbar) Aipda AD, Kapolsek Kalibaru Kompol KS, anggota Polsek Tanjung Priuk Aiptu J, dan eks Kapolres Bukittinggi AKBP D.
Baca Juga: Kisah Penangkapan Irjen Teddy Minahasa hingga Mami Linda
Teddy bersama anggota lain disebut mengambil 5 kilogram sabu yang hendak dimusnahkan dan diganti dengan tawas. Barang bukti sabu tersebut merupakan hasil pengungkapan pada Mei 2022. Barang bukti sabu yang didapat dalam pengembangan kasus tersebut seberat 3,3 kilogram. Sebanyak 1,7 kilogram sudah dijual sehingga total ada 5 kilogram. Sabu seberat 1,7 kilogram sudah dijual dan diedarkan di Kampung Bahari, Jakarta Utara.
Teddy dan empat anggota itu terancam dipecat atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari Korps Bhayangkara. Para tersangka dijerat Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati dan hukuman minimal 20 tahun.