Purworejo, Gatra.com - Berkopiah, berbaju koko, dan memakai sarung, seorang ustad duduk di hadapan puluhan jamaah yang serius mendengarkan ceramahnya. Sesekali, joke-joke segar yang dilemparkan oleh sang ustad membuat para jamaah tertawa lepas.
Siapa sangka, ustad tersebut adalah seorang anggota Polisi, tepatnya anggota Bhabinkamtibmas Polsek Purworejo, Polres Purworejo, Polda Jawa Tengah bernama Aiptu Fajar Hudoyo.
Sehari-hari, Aiptu Fajar bertugas di Kelurahan Tambakrejo (desa binaan), Desa Wonotulus (desa pantauan) dan Desa Donorati (desa sentuhan), semuanya di wilayah Kecamatan Purworejo.
Aiptu Fajar merupakan alumni Pondok Pesantren Ma'unah, Kampung Plaosan, Kelurahan Baledono, Kecamatan/Kabupaten Purworejo. Di pondok pesantren itulah, ilmu agamanya ditempa sejak kelas 1 SMP (sekarang kelas 9) hingga lulus SMA.
Sejak muda memang ia bercita-cita menjadi anggota polisi. Hidup di lingkungan agamis, tak memudarkan keinginannya untuk menjadi anggota aparat penegak hukum. Justru dengan bekal ilmu agama yang dimiliki, membuat Aiptu Fajar bisa menjadi seorang APH yang 'lurus'.
"Sejak awal memang saya mendaftar di bagian Binmas supaya bisa syiar dan bermanfaat bagi masyarakat. Memang cita-cita saya menjadi polisi. Saya hanya ingin mematahkan anggapan masyarakat bahwa polisi itu jauh dari pemahaman soal agama. Saya ingin mengubah stigma negatif itu," jelas Aiptu Fajar saat ditemui di Polsek Purworejo, Senin (17/10/2022).
Usai lulus SMA tahun 1997, ia kemudian mencoba peruntungan dengan mendaftar sebagai anggota Polri. Fajar muda masuk diterima menjadi anggota polisi pada tahun 1998 lalu, saat itu sangat langka ada alumni Ponpes mau menjadi penegak hukum.
Sesuai keinginannya, tugas pertama langsung menjadi Bhabinkamtibmas di wilayah Kabupaten Gunungkidul, Provinsi DIY pada tahun 1999 hingga 2010. Tahun 2011 ia dipindahtugaskan ke Polres Purworejo, Polda Jawa Tengah bertugas di bagian Humas selama tiga tahun. Jika ditotal, ia telah mengabdi menjadi Bhabinkamtibmas selama 21 tahun dari 24 tahun karirnya di Korps Bhayangkara.
Saat ini, justru masyarakat lah yang banyak mengundang Aiptu Fajar untuk ceramah dalam peringatan hari-hari besar keagamaan. Tak hanya ceramah di Kabupaten Purworejo, ia pernah juga diundang hingga Kabupaten Temanggung untuk memberikan tausiah di sana.
Selain dikenal sebagai ustad, lulusan SMA Pancasila Purworejo tahun 1997 itu juga dipercaya menjadi imam sekaligus takmir Musala Nurul Iman Kelurahan Tambakrejo, RT/RW: 1/13, Kecamatan Purworejo.
"Ketika ceramah selalu saya sampaikan bahwa, saya ini adalah anggota Polri. Ya...mereka banyak yang kaget, nggak nyangka, kok ada anggota polisi yang bisa ceramah. Saya bangga dan cinta dengan profesi, ingin agar masyarakat juga bangga pada polisi," ujar pria yang pernah meraih juara 2 Dai Kamtibmas di Gunungkidul itu.
Menurut Aiptu Fajar, polisi memiliki kelebihan dibandingkan dengan kiai. "Saya sering mengatakan kalau polisi itu lebih dari kiai. Karena dasarnya, polisi melakukan amar makruf, nahi munkar, memiliki semua aspek, sedangkan kiai murni mengimbau dengan cara berdakwah. Dengan kelebihan tupoksi kepolisian, saya bisa melakukan amar makruf, nahi munkar," urainya.
Ia memisalkan, saat ustad berdakwah agar manusia menjauhi perjudian karena haram, sebagai ustad sekaligus polisi ia bisa mencegah sekaligus memberantas perjudian. Dalam pemberantasan korupsi, sebagai Bhabinkamtibmas berfungsi pula sebagai pendamping penggunaan dana desa. Bisa menyampaikan pada perangkat desa mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan dengan dana desa atau bantuan-bantuan lain.
Mengenai pemberitaan ulah beberapa oknum petinggi Polri yang negatif, menurut Aiptu Fajar, hal itu tak terlalu berpengaruh di masyarakat pedesaan. "Warga desa tidak tahu siapa itu Sambo. Mereka tahunya polisi itu ya kami yang di daerah. Maka, baik buruk polisi di daerah, tergantung bagaimana kami ini. Alhamdulillah selama ini dari 9 Bhabinkamtibmas Polsek Purworejo, bisa mengemban tugas dengan baik, tidak bermasalah," paparnya.
Beruntung, kegiatan syiar Aiptu Fahar didukung oleh Kapolsek Purworejo, AKP Bruyi Rohman Warsito. "Dengan adanya berita-berita negatif di media nasional, kami ingin membuktikan bahwa polisi daerah tidak seperti itu. Kami hadir di mana-mana, di pengajian-pengajian kami datang, pada kegiatan-kegiatan masyarakat kami dampingi, bahkan sering juga kami diundang dan hadir dalam acara kenduri," tambah AKP Bruyi yang ikut mendampingi saat wawancara.
Sebagai seorang pendakwah, Aiptu Fajar tentunya memiliki harapan agar teman-temannya sesama anggota Polri berubah agar lebih relijius. "Harapan saya, polisi makin relijius, dekat dengan masyarakat dan tidak membeda-bedakan status sosial. Hablum minannas harus kita kedepankan selain hablum minallah," harapnya.
Kedua anaknya pun ia masukkan ke pondok pesantren agar memiliki dasar ilmu agama yang kuat. Anak-anak Aiptu Fajar pun tak terpengaruh dengan stigma buruk akibat pemberitaan-pemberitaan negatif semacam Ferdi Sambo dan yang terbaru adalah oknum petinggi Polri yang diduga sebagai pengedar narkoba.
"Anak saya kalau ditanya teman-temannya ya selalu bilang, tidak semua polisi seperti itu," jelasnya.
Mengenai kemampuannya melucu, Aiptu Fajar menjelaskan bahwa, ia tak pernah belajar khusus menjadi 'komika'. "Saya ini masih fakir ilmu, masih kekurangan ilmu jadi harus selalu belajar. Kalau ceramah, supaya jamaah tidak bosan, saya harus berimprovisasi dengan joke-joke segar. Agar apa yang saya sampaikan mudah mereka pahami," pungkasnya merendah.