Home Nasional LPSK Beri Saran Dasar Hukum Tindak Pidana terkait Kasus Kanjuruhan

LPSK Beri Saran Dasar Hukum Tindak Pidana terkait Kasus Kanjuruhan

Jakarta, Gatra.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melakukan pencarian fakta dan dugaan pelanggaran pidana dalam kasus Kanjuruhan. Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi, mengatakan bahwa terdapat beberapa dasar hukum yang bisa digunakan sebagai bahan masukan terkait pelanggaran yang ditemukan.

"Ini sebagai bahan masukan ke penyidik. Mungkin saja dari peristiwa yang ada dan keterangan yang dihimpun, bisa dirumuskan tindak pidana yang lain untuk menuntut pertanggungjawaban setiap pelaku tindak pidana," ucapnya dalam konferensi pers terkait temuan LPSK pada kasus Kanjuruhan, Kamis (13/10).

Edwin menerangkan bahwa terjadi penganiayaan sesuai dengan Pasal 351 dan 353 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 351 menyebutkan bahwa penganiayaan tidak hanya berbentuk serangan langsung melainkan termasuk pula dalam merusak kesehatan orang lain.

"Penggunaan gas air mata secara langsung menyebabkan sesak napas. Semua keluhannya sesak napas, mata merah, iritasi kulit. Jadi, ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Kalau sengaja dilakukan, rumusannya di Pasal 354," jelasnya.

Pelanggaran terhadap Pasal 170 KUHP tentang kekerasan bersama-sama juga terjadi. Petugas melakukan kekerasan terhadap korban, yang menyebabkan korban luka maupun kerusakan barang seperti mobil kepolisian yang termasuk kendaraan milik masyarakat.

Korban yang banyak dari usia anak juga membuat tindak pidana terkait pelanggaran perlindungan anak bisa diberlakukan. Sesuai dengan Pasal 76C jo Pasal 80 Ayat (2) dan Ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan kepada anak, penggunaan gas air mata berlebihan turut berdampak pada anak.

Edwin juga menjelaskan bahwa petugas yang menghalangi korban mendapat penanganan medis dapat dituntut dengan pelanggaran atas Pasal 421 KUHP dengan hukuman paling lama 2 tahun 8 bulan.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan juga bisa digunakan sebagai rumusan adanya tindak pidana. Pasal 103 menyebutkan bahwa penyelenggara kejuaraan olahraga yang tidak memenuhi persyaratan, salah satunya keselamatan, dapat dihukum 2 tahun atau denda Rp 1 miliar.

"Penyelenggara yang meninggalkan pintu keluar sehingga tidak terpenuhinya kewajiban keamanan dan keselamatan dinilai telah melanggar pasal ini," kata Edwin.

Sebelumnya, terdapat 2 laporan polisi terkait kasus Kanjuruhan yang dibuat oleh polisi yang mengalami, mengetahui, atau menemukan langsung peristiwa terjadi. Pertama adalah LP/A/31/X/2022/SPKT/POLRES MALANG/POLDA JAWA TIMUR terkait Pelanggaran Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, serta Pasal 212 KUHP tentang melawan petugas kepolisian. Kedua adalah LP/A/32/X/2022/SPKT/POLRES MALANG/POLDA JAWA TIMUR pada 2 Oktober 2022 terkait pasal 359 dan 360 KUHP tentang kesalahan yang menyebabkan orang meninggal dunia.

292