Jakarta, Gatra.com – Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno L. P. Marsudi, menyampaikan presidensi Indonesia di G20 bisa dibilang menjadi salah satu momentum presidensi yang paling sulit. Hal ini ditegaskan Retno lantaran dunia sedang menghadapi multiple crisis.
“Pandemi belum tuntas, perang di Ukraina, tensi geopolitik menajam, dan juga terjadinya krisis pangan, energi, dan keuangan,” kata Retno dalam Press Briefing Kemlu yang diadakan secara hybrid di kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (13/10).
Menurut Retno, dalam kondisi yang dihadapi saat ini memiliki tingkat kesulitan yang extraordinary. Oleh karena itu, perlu dibahasnya inovasi atau cara-cara baru agar pembahasan tidak terhenti.
Baca Juga: Menkeu dan Mentan G20 Sepakati Tindakan Kolektif Atasi Kerawanan Pangan
Apalagi, dii tengah diskusi dalam KTT nantinya sudah pasti akan penuh dinamika dalam pertemuan G20 tingkat menteri dan pertemuan multilateral lainnya.
“Dalam kondisi normal saja, negosiasi di G20 tidak pernah mudah, apalagi dalam kondisi saat ini di mana posisi negara benar-benar terdapat gap yang cukup lebar antara satu posisi dengan posisi yang lain. Sehingga dapat dibayangkan tingkat kesulitan saat ini seperti apa. Itu adalah faktanya,” ujarnya.
Meski begitu, sudah menjadi tugas Indonesia sebagai presiden G20 untuk mengelola dinamika yang sangat luar biasa agar tidak merusak seluruh bangunan G20.
Baca Juga: Dari Ajang KTT G20, Optimisme Bali Bangkit
“It is not about the presidency itself, tetapi Indonesia justru berpikir panjang, berpikir untuk dunia. Bahwa G20 tidak boleh gagal karena G20 hasil kerjanya ditunggu oleh masyarakat dunia. Sekali lagi tidak boleh gagal,” tandasnya.
Menurut Retno, G20 adalah salah satu dari sedikit forum ekonomi dunia yang masih dapat bekerja merespons krisis global saat ini, khususnya di masa sulit ini. Jika G20 gagal, taruhannya terlalu besar karena menyangkut nasib dari kesejahteraan penduduk dunia, khususnya di negara berkembang.
Indonesia sebagai tuan rumah G20 tahun ini terus mengajak negara anggota G20 untuk menunjukkan tanggung jawabnya kepada dunia. Bagi Retno, keberhasilan G20 bukan di tangan satu dua negara, tetapi berada di tangan seluruh anggota G20.
Baca Juga: Pemerintah Tetapkan Protokol Kesehatan KTT G20
“It is a collective responsibility,” ungkapnya.
Terakhir, Retno kembali menegaskan komitmen Indonesia untuk tetap memberikan penyelenggaraan yang terbaik agar G20 menghasilkan kerja sama konkret yang tidak saja berguna bagi anggotanya, namun juga bagi dunia.
“Sampai hari H nanti, komunikasi akan terus kita lakukan. Indonesia Indonesia will do whatever we can to make G20 deliver,” tutupnya.