Jakarta, Gatra.com-Partai Buruh bersama sejumlah organisasi serikat buruh di Indonesia menggelar aksi massa di depan Istana Negara, tepatnya di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, pada Rabu (12/10). Presiden Partai Buruh Said Iqbal meyebut, ada enam isu yang menjadi tuntutan pihaknya dalam aksi massa tersebut.
"Ada enam isu yang diangkat pada aksi kali ini, yang bukan aksi yang terakhir, tapi akan berlanjut sampai dengan Desember 2022," ujar Said Iqbal, dalam konferensi pers pada aksi massa tersebut, Rabu (12/10).
Said menambahkan, pihaknya akan melakukan aksi mogok kerja nasional pada pertengah Desember 2022 mendatang, apabila pemerintah tidak mengindahkan tuntutan-tuntutan mereka. Mogok nasional tersebut telah dirancang untuk diikuti oleh sekitar 3-5 juta buruh, supir, serta kelompok-kelompok gerakan sosial lainnya di Indonesia.
Baca juga : Siap-siap, Kemnaker akan Cairkan Bantuan Subsidi Upah ...
Adapun, isu pertama yang mereka tuntut dalam aksi tersebut adalah penolakan kenaikan harga BBM. Peningkatan harga tersebut sudah terbukti memiliki dampak pada melambungnya harga-harga komoditas lain. Terlebih, kata Said, inflasi yang diperkirakan mencapai 6,5%, pada dasarnya terkategorisasi menjadi tiga kelompok, di kalangan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah.
Di sisi lain, ia menekankan soal inflasi makanan yang mencapai angka 15%, sebagaimana terhitung dalam catatan bagian penelitian dan pengembangan Partai Buruh. Selain itu, ada pula, inflasi transportasi yang terindikasi mencapai 50%, atau 8 kali lipat dari inflasi umum. Tak hanya itu, Partai Buruh juga mencatat adanya kenaikan ongkos sewa rumah sebesar 10%, atau sekitar dua kali lipat dari inflasi umum.
"Buruh dan kelompok pekerja terpuruk miskin. Daya beli turun 30% akibat kenaikan harga BBM," ujar Said dalam kesempatan yang sama.
Baca juga : Gelar Aksi Massa di Depan Istana, Partai Buruh ... - Gatra
Di samping itu, aksi massa tersebut juga menyatakan sikap mereka, untuk menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja. Pasalnya, Partai Buruh melihat bahwa saat ini, upah bagi pekerja tidak kunjung naik selama hampir sepuluh tahun, seiring dengan merajalelanya agen-agen outsourcing.
"Agen-agen outsourcing, kalau mau masuk kerja, bayar Rp4 juta. Tidak punya masa depan, tidak ada jaminan pensiun, tidak ada jaminan kesehatan, dipecat kapan saja. Negara kalah, oleh agen-agen outsorcing itu," tegasnya.
Baca juga : Menaker Ingatkan Kriteria Penerima Bantuan Subsidi Upah
Di samping itu, mereka juga menuntut kenaikan upah sebanyak 13% pada 2023 mendatang. Angka tersebut, menurut Said, telah dihitung berdasarkan kenaikan angka inflasi sebesar 6,5% setelah kenaikan BBM, yang berjalan seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang diprediksi mencapai 4, 9%.
"6,5% inflasi, ditambah pertumbuhan ekonomi 4,9%, berarti sekitar 11,5%, dan kami minta alfa, menjadi 13%," kata Said.
Terlebih, buruh tidak kunjung memperoleh kenaikan upah selama tiga tahun lamanya, akibat Omnibus Law Cipta Kerja. Elemen buruh juga menolak adanya kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK) di tengah ketidakpastian global. Sebagaimana, Said meyakini bahwa Indonesia akan bertahan di tengah resesi global tersebut.
"Kami ingin mengutip Presiden Jokowi, yang mengatakan, Indonesia akan bertahan di tengah resesi global ini. Kita punya hutan, kita punya laut, punya ikan, kita punya minyak bumi, kita punya tumbuh-tumbuhan, kita punya padi, dan jenis-jenis makanan lainnya. Daya tahan kita akan tetap kuat," lugasnya.
Baca juga : Isu Upah Minimum 2022, Menaker: Jalan Tengah Bagi ... - Gatra
Oleh karena itu, pihak elemen buruh mendesak agar pihak-pihak berwenang tidak menjadikan resesi global pada 2023 kelak sebagai alasan untuk memberlakukan PHK besar-besaran di tengah ancaman tersebut.
Sementara itu, aksi massa tersebut juga membawa tuntutan terkait dengan reforma agraria atau ketersediaan tanah untuk para petani. Mereja juga menuntut pengesahan RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang tidak kunjung disahkan selama 17 tahun terakhir.
Untuk diketahui, aksi massa tersebut diselenggarakan secara serempak, di 34 provinsi di Indonesia, dengan dipusatkan di kawasan Patung Kuda, Jakarta. Ia juga menegaskan, ada sekitar 6.000 massa aksi yang saat ini berkumpul dan terpusat di wilayah tersebut.