Sukoharjo, Gatra.com – Tanggal 12 Oktober menandai 20 tahun tragedi bom Bali yang menewaskan 203 orang dan 209 orang mengalami luka-luka. Peristiwa ini dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia, lantaran terdapat rangkaian tiga peristiwa pengeboman yang terjadi dalam satu waktu, yakni pada malam hari tanggal 12 Oktober 2002.
Dua ledakan pertama terjadi di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali. Sedangkan ledakan terakhir, terjadi di dekat kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat.
Tim Investigasi Gabungan Polri dan kepolisian luar negeri yang telah dibentuk untuk menangani kasus ini. Dari hasil investigasi, mereka menyimpulkan, bahwa bom yang digunakan berjenis TNT, dengan berat 1 kilogram. Sedangkan di depan Sari Club merupakan bom RDX berbobot antara 50–150 kilogram.
Dari peristiwa itu, 28 orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Abdul Gani didakwa seumur hidup, Abdul Hamid (kelompok Solo), Abdul Rauf (kelompok Serang), Imam Samudera alias Abdul Aziz terpidana mati, Achmad Roichan, Ali Ghufron alias Mukhlas terpidana mati, Ali Imron alias Alik, didakwa seumur hidup, dan Amrozi bin Nurhasyim alias Amrozi terpidana mati.
Kemudian Andi Hidayat (kelompok Serang), Andi Oktavia (kelompok Serang), Arnasan alias Jimi tewas, Bambang Setiono (kelompok Solo), Budi Wibowo (kelompok Solo), Azahari Husin alias Dr. Azahari alias Alan (tewas dalam penyergapan oleh polisi di Kota Batu tanggal 9 November 2005).
Lalu Noordin Mohammad Top alias Noordin M. Top (tewas tanggal 17 September 2009), Dulmatin (tewas tanggal 9 Maret 2010), Feri alias Isa meninggal dunia, Herlambang (kelompok Solo), Hernianto (kelompok Solo), Idris alias Johni Hendrawan, Junaedi (kelompok Serang). Makmuri (kelompok Solo), Mohammad Musafak (kelompok Solo), Mohammad Najib Nawawi (kelompok Solo), Umar Patek alias Umar Kecil (tertangkap di Pakistan), Mubarok alias Utomo Pamungkas didakwa seumur hidup, Riduan Isamuddin alias Hambali, dan Zulkarnaen (tertangkap di Lampung tanggal 10 Desember 2020).
Atas peristiwa yang menyita mata dunia tersebut, turut menyeret nama pendiri Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Ustaz Abu Bakar Ba’asyir (ABB). Namun ia dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum atas dugaan konspirasi pada Maret 2005, dan hanya divonis atas pelanggaran keimigrasian.
“Masalah bom Bali itu pemicu (namanya terseret dalam kasus tersebut karena pelaku) bekas murid saya yang dua anggota jamaah. Tapi saya sama sekali tidak diberitahu, jangankan minta izin, memberitahu saja tidak. Sehingga saya tahunya setelah ada berita di luar ada orang yang ngebom disana (Bali), saya juga tidak tahu yang ngebom itu ada tiga orang, setelah selang beberapa hari saya baru ngerti,” ucap Ustaz ABB, saat ditemui Gatra.com di kediamannya di Kompleks Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Senin malam (10/10).
Duduk diatas sofa warna abu-abu, Ustaz ABB menceritakan, dalam peradilan kasus itu, tersangka kasus bom Bali sempat ditanya oleh hakim. Mengapa sebagai kyainya, Ustaz Abu tidak diberitahu perihal rencana pengeboman tersebut. Dihadapan hakim, tersangka sempat mengatakan apabila meminta izin dirinya, pasti tidak akan diperbolehkan oleh Ustadz ABB.
“Karena saya mempunyai pandangan memperjuangkan Islam itu hanya melalui dakwah saja, tidak usah pakai kekerasan. Tetapi nampaknya mereka mempunyai pandangan sendiri mengenai bom Bali itu,” kata Ustaz ABB didampingi putranya Abdul Rochim.
Bahkan dia mengaku tidak percaya ledakan dasyat yang menewaskan ratusan orang tersebut berasal dari bom hasil rakitan pelaku sendiri. Menurutnya, mereka tidak pernah belajar perakitan bom seperti itu.
“Saya kira itu ada kemasukan orang luar, tidak mungkin mereka bisa bikin. Saya tidak percaya mereka bisa bikin bom yang menewaskan ratusan orang seperti itu,” ungkapnya.
Menurutnya, tujuan dari para pelaku benar, yakni memerangi setiap ada maksiat. Kendati demikian penggunaan kekerasan menurutnya keliru. Sebab dalam Islam, dia menyebut kekerasan tidak diperbolehkan, kecuali negara tersebut menggunakan hukum Islam. Dalam arti lain kekerasan hanya diperbolehkan jika mereka memiliki kekuasaan.
“Kata Rasulullah lawanlah kemungkaran itu dengan tangan, kalau tidak mampu dengan lidah (melalui dakwah) kalau tidak mampu dengan hati. Dengan tangan maksudnya dengan kekerasan tetapi baru dipakai jika ada kekuasaan. Jadi penguasalah yang berhak. Kalau kita menganggap itu mungkar yang berbahaya dilaporkan saja kepada polisi supaya dilarang, begitu seharusnya. Tidak terus mengebom sendiri seperti itu,” terangnya.
Meskipun pengadilan telah memutuskan dirinya tidak terlibat sama sekali dengan bukti-bukti yang jelas, namun beberapa pihak masih mencurigai keterlibatan dirinya. Beberapa pihak dari negara lain menilai jika ketidakterlibatan Ustaz ABB tidak masuk akal. Padahal dia mengaku tidak pernah mengetahui apa yang sedang terjadi di Bali, bahkan rumor perihal kemaksiatan yang menjadi latarbelakang pengeboman itu.
“Saya pun tidak mengerti kalau di Bali ada usaha untuk perzinahan, saya tidak pernah mengerti. Baru mengerti setelah adanya bom Bali,” ungkapnya.
Kini, setelah bebas dari Lapas Gunung Sindur, Jawa Barat, pada Jumat 8 Januari 2021 atas perkara terorisme, Ustaz ABB menyatakan telah mengakui Pancasila sebagai dasar negara. Dimana dasar dari Pancasila adalah tauhid atau ketuhanan seperti tertuang dalam sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sebab sebelumnya di masa mudanya, Ustaz ABB mengaku terpengaruh dengan kekerasan sehingga menyalahkan Pancasila.
“Setelah saya pelajari, tidak bisa. Karena Pancasila yang menjadi dasar negara ini persetujuan Ulama. Jadi Ulama itu tidak ngawur menyetujui itu, pasti pakai ilmu, pakai cara lillahita’alla pasti ikhlas,” bebernya.
Disinggung mengenai aktivitasnya, Ustadz ABB tengah menikmati masa tuanya. Bahkan dirinya sudah tidak lagi menghadiri pengajian di luar, kecuali jika ada permintaan. “Pengajian secara rutin tidak, saya sekarang hanya penasihat pondok saja,” ujarnya.
Ustaz ABB mengaku, alasan tidak lagi menghadiri pengajian di luar, lantaran mengingat kondisinya sudah tidak sebaik dari sebelumnya. Hal ini lantaran sejak berada di tahanan selama 15 tahun, dirinya mengalami pengapuran tulang. “Jalan jauh pakai tongkat, tapi kalau di rumah tidak,” tandasnya.