Home Kesehatan Presiden Asosiasi Pencegahan Bunuh Diri: Hilangkan Persepsi Salah tentang Penderita Kesehatan Mental

Presiden Asosiasi Pencegahan Bunuh Diri: Hilangkan Persepsi Salah tentang Penderita Kesehatan Mental

Jakarta, Gatra.com - Presiden Asosiasi Pencegahan Bunuh Diri Indonesia, Sandersan Onie menerangkan, persepsi mengenai kesehatan mental yang selama ini ada, harus diubah. Ini diperlukan dalam upaya penanganan kesehatan mental dan pencegahan bunuh diri.

"Kita tahu bahwa di Indonesia, banyak diskriminasi tentang kesehatan jiwa. Ada stigma bahwa orang yang punya masalah kesehatan jiwa itu lemah, tidak punya iman, padahal butuh bantuan. Kita bisa mengubah pandangan dan persepsi itu," ujarnya dalam Webinar Media Hari Kesehatan Dunia 2022: Jelang Deklarasi Relio-Mental Health Indonesia, yang digelar secara daring, Senin (10/10).

Menurutnya, ada dua tantangan dalam penanganan kesehatan mental di Indonesia. Pertama, Sandy melihat bahwa terdapat kekurangan akses kepada tenaga profesional.

Ia mengatakan bahwa hanya ada sekitar 5000 psikolog dan psikiater untuk menangani seluruh penduduk Indonesia. "Banyak Kabupaten atau Kecamatan yang memerlukan (jasa psikolog dan psikiater). Tapi enggak punya akses," ucapnya.

Kedua, Sandy menyebut bahwa terdapat stigma di masyarakat yang menghakimi orang dengan gangguan jiwa. "Takut dihakimi, takut dibilang lemah, padahal sebenarnya orang itu sangat membutuhkan profesional," jelasnya.

Sandy menerangkan bahwa keengganan seseorang untuk menemui tenaga profesional akan berdampak secara personal maupun secara lingkungan. Ketika seseorang dengan gangguan mental tidak tertangani dengan baik, maka bisa menuju kepada percobaan bunuh diri. Selain itu, masalah kesehatan jiwa juga bisa mempengaruhi orang sekitar. Untuk itulah penanganan oleh tenaga profesional diperlukan sebagai upaya menjaga kesehatan mental seseorang.

Kasus bunuh diri di Indonesia, menurut hasil penelitian Asosiasi Pencegahan Bunuh Diri Indonesia, angka sebenarnya berjumlah 4x lipat dari angka yang dilaporkan. Selain itu, data juga menunjukkan, angka percobaan bunuh diri sejumlah 7-24 kali lebih banyak dari yang sesungguhnya dilaporkan.

Lebih lanjut, Sandy menuturkan bahwa ketiadaan penanganan kesehatan mental bisa membawa kerugian ekonomi. "Penelitian menunjukkan bahwa kerugian ekonomi sekitar Rp 500 triliun per tahun dari kematian dan less productivity dari kasus bunuh diri," ucapnya.

198