Solo, Gatra.com - Keraton Surakarta Hadiningrat menggelar perayaan Maulid Nabi Muhammad dengan menggelar acara Gerebeg Maulud, Sabtu (8/10). Dalam acara ini, Kasunanan Surakarta menyiapkan empat gunungan untuk dibagikan ke warga dan para abdi dalem.
Ribuan orang memadati depan Masjid Agung Surakarta. Terik matahari tak menyurutkan niat warga untuk ngalap (mencari) berkah. Mereka menunggu rombongan yang membawa gunungan makanan dan hasil bumi yang disiapkan Kasunanan Surakarta untuk dibagikan ke warga.
Sekitar pukul 11.00 WIB datang rombongan pembawa empat gunungan dan jodang untuk didoakan di depan Masjid Agung Surakarta. Gunungan dan jodang ini disusun dari makanan dan hasil bumi.
Selesai didoakan, dua gunungan dibawa kembali ke keraton untuk dibagikan pada para abdi dalem. Sementara dua gunungan dan beberapa jodang menjadi sasaran berebut ribuan warga yang sudah menunggu berjam-jam.
Tafsir Anom (Ulama) Kasunanan Surakarta, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Muhammad Muhtarom, mengatakan, Gerebeg Maulud ini digelar pertama kali setelah dua tahun vakum karena pandemi Covid-19. Tahun ini ada empat gunungan atau dua pasang, jaler (laki-laki) dan estri (perempuan).
”Dulu-dulunya ada 12 pasang yang disiapkan, sesuai dengan tanggal kelahiran Nabi Muhammad. Tapi kali ini hanya empat gunungan yang kami bawa,” katanya.
Dua jenis gunungan ini melambangkan laki-laki atau perempuan. Gunungan laki-laki digambarkan dengan gunungan buah-buahan dan sayuran. ”Ini melambangkan seorang suami atau kepala rumah tangga yang mencari kebutuhan untuk keluarganya. Makanya dilambangkan dengan hasil bumi,” katanya.
Sementara untuk gunungan estri dilambangkan dengan makanan-makanan olahan siap saji. Sebab filosofinya, seorang wanita mampu mengatur kebutuhan-kebutuhan rumah tangga dan mengolah hasil yang didapat suaminya. ”Seorang istri itu merupakan ahli manajemen,” katanya.
Sepasang gunungan dan beberapa jodang yang menjadi rebutan warga juga mengandung makna. ”Sebenarnya konsepnya dibagi rata, sesuai dengan filosofinya, yen wis kadonganan baginen kang warata (kalau sudah didoakan dibagi dengan rata),” katanya.
Namun karena jumlah makanan yang dibagi tidak sebanding dengan jumlah warga, warga akhirnya berebut. Muhtarom pun berharap warga juga bisa memaknai acara tersebut. ”Sehingga bangsa dan masyarakat kita bisa baik dan sentosa, kemudian terjauhkan dari bala dan fitnah,” katanya.
Salah seorang warga yang turut berebut hasil bumi adalah Sela Ratna Yunita (38), warga Pacitan, Jawa Timur. Ia datang dalam satu rombongan bus bersama tetangga dan kawan-kawannya.
Saat rebutan ini, dia mendapat potongan intip (kerak nasi), potongan roti, dan potongan rengginan mentah. ”Iya tadi dapat ini,” kata Sela sembari menunjukkan hasil rebutannya.
Ia sengaja datang untuk turut berebut demi mencari berkah dari perayaan ini. Tradisi ini bahkan sudah dijalani Sela sejak dirinya masih kecil. ”Saya sudah datang sejak jam 6 pagi,” katanya.
Rencananya, hasil dari berebut gunungan ini akan digantung di rumahnya. Ia percaya, dengan memperlakukan hasil gunungan tersebut secara baik, hidupnya akan mendapat berkah. ”Kalau dapatnya kacang panjang atau sayuran ya dimasak. Kalau yang ini digantung di rumah,” katanya.