Jakarta, Gatra.com - Panglima Mandau Meratus, Suku Dayak, Kabupaten Kutai Kartanegara, Ahmad Ismail yakin dengan kehadiran Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di wilayahnya tidak akan mengganggu kearifan lokal Kalimantan, namun kehadiran IKN akan menjaga dan melestarikan adat suku Dayak.
Bahkan, kehadiran IKN Nusantara akan meningkatkan taraf hidup masyarakat Kalimantan karena dipastikan akan terjadi perputaran ekonomi cukup besar di IKN.
“Kepindahan IKN di Kaltim dapat memberikan manfaat positif di segala bidang bagi masyarakat, khususnya peningkatan kesejahteraan ekonomi, menjaga dan terlindunginya kearifan lokal khas Kalimantan,” kata Ahmad Ismail dalam keterangan tertulis, Jumat (7/10).
Pimpinan Mandau Meratus yang akrab disapa Haji Ahmad ini memastikan pihaknya menyambut baik, serta memberikan apresiasi tinggi kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang menetapkan Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utama (PPU) sebagai titik IKN Nusantara.
“Kepindahan dan kehadiran IKN di Kaltim patut disyukuri dan disambut baik oleh masyarakat Kaltim. Merasa senang atas keputusan Pemerintah Jokowi memindahkan Ibukota ke Wilayah Kaltim, khususnya di PPU dan Kukar,” ucapnya.
Ahmad yakin betul, kehadiran IKN ke Kabupaten PPU dan Kabupater Kukar akan membawa perubahan besar bagi seluruh Kabupaten di Pulau Kalimantan, karena distribusi pembangunan tidak hanya terfokus di Kabupaten PPU dan Kabupaten Kukar saja, tetapi secara menyeluruh.
“Namun jangan sampai setelah IKN pindah ke Kaltim, kondisi masyarakat lokal Kalimantan jadi tenggelam dan ditinggalkan, kita ingin maju bersama-sama mendukung IKN,” jelasnya.
Lebih jauh, Ahmad menuturkan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, bersama Badan Otorita IKN, harus turun tangan langsung melindungi kepentingan kearifan lokal agar stigma orang-orang bahwa kehadiran IKN akan mengancam kearifan lokal tidak terjadi, serta memastikan dan menjamin peningkatan ekonomi masyarakat Kalimantan, khususnya di dua Kabupaten tersebut.
Ahmad menyampaikan bahwa masyarakat di Kalimantan sangat heterogen, terdiri dari berbagai suku, etnis, bahasa dan budaya yang berbeda-beda, tapi tetap menjunjung tinggi dan menjaga persatuan dan kesatuan sebagai satu bangsa Indonesia.
“Sebagai Panglima Mandau Meratus, kami akan protes keras, kalau budaya dan kearifan lokal terpinggirkan,” tutupnya.