Jakarta, Gatra.com – Tim penyidik pidana khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Susi Pujiastuti, dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas impor garam industri tahun 2016–2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Jumat (7/10), menyampaikan, penyidik memeriksa Susi Pujiastuti sebagai saksi terkait kewenangannya memberikan rekomendasi impor garam.
“Dalam kapasitasnya selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI periode tersebut, saksi memiliki kewenangan untuk mengeluarkan rekomendasi dan penentuan alokasi kuota impor garam,” ujarnya.
Baca Juga: Kejagung Periksa Direktur Industri Kimia Kemenperin soal Impor Garam Industri
Ketut menyampaikan, saksi Susi menyampaikan, berdasarkan hasil kajian teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), saksi mengeluarkan kuota garam sebesar kurang lebih 1,8 juta ton.
Menurutnya, salah satu pertimbangan dalam pemberian dan pembatasan impor tersebut adalah menjaga kecukupan garam industri dan menjaga nilai jual garam lokal.
Sebelumnya, Jaksa Agung Burhanuddin dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Senin (27/6), menyampaikan, pihaknya mulai membongkar kasus dugaan korupsi impor garam setelah menaikkannya ke tahap penyidikan.
Awalnya, Kejagung melakukan penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-20/F.1/Fd.1/06/2022 tanggal 14 Juni 2022. Setelah itu, kasusnya naik ke tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Prin-38/F.2/Fd.2/06/2022 tanggal 27 Juni 2022.
Menurutnya, peningkatan tahap penyelidikan ke penyidikan tersebut berdasarkan pada fakta-fakta yang diperoleh selama penyelidikan bahwa telah ditemukan suatu peristiwa pidana dalam impor garam, terutama garam industri sejak tahun 2016–2022.
Burhanuddin menjelaskan, pada tahun 2018, Kemendag menerbitkan persetujuan impor garam industri pada PT MTS, PT SM, dan PT UNI tanpa melakukan verifikasi sehingga menyebabkan kelebihan impor garam industri.
Bahwa pada tahun 2018, terdapat 21 perusahaan importir garam yang mendapat kuota persetujuan impor garam industri sebanyak 3.770.346 ton atau dengan nilai sebesar Rp2.054.310.721.560,- (Rp2 triliun lebih) tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia sehingga mengakibatkan garam industri melimpah.
Para importir kemudian mengalihkan secara melawan hukum peruntukan garam industri menjadi garam konsumsi dengan perbandingan harga yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani garam lokal dan kerugian perekenomian negara.
Ulah tersebut sangat menyakitkan. Pasalnya, UMKM yang seharusnya mendapatkan rezeki dari sana menjadi merugi karena garamnya kalah bersaing harga dengan garam impor untuk industri. “Ini sangat-sangat menyedikan,” ujarnya.
Baca Juga: Kejagung Geledah Enam Tempat Terkait Kasus Korupsi Impor Garam
Untuk membongkar kasus ini, Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung telah melakukan permintaan keterangan kepada beberapa orang yang terkait dan mendapat dokumen-dokumen yang relevan.
Setelah dilakukan analisa dan gelar perkara, Kejagung menyimpulkan bahwa terhadap perkara impor garam industri telah ditemukan adanya peristiwa pidana sehingga dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan untuk mengumpulkan bukti-bukti dan membuat terang peristiwa tersebut serta menemukan siapa yang bertanggung jawab atas perbuatan tersebut.
Adapun pasal yang akan disangkakan, yakni sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsidiairnya, Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.