Jakarta, Gatra.com – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengadakan pertemuan secara daring melalui Zoom untuk membahas bagaimana kondisi pasca-tragedi Kanjuruhan yang masih menyisakan banyak duka serta bagi masyarakat Indonesia. Kejadian tersebut telah memakan korban jiwa sebanyak kurang lebih 125 meninggal dunia dan ratusan orang yang masih dalam perawatan.
Untuk itu, LBH memberikan ruang yang aman bagi para saksi dan korban yang ingin memberikan keterangannya. Salah satunya dari saksi tragedi Kanjuruhan, UJ (nama samaran) yang mengungkapkan kronologi sebenarnya saat peristiwa tersebut terjadi.
"Saya saksikan waktu itu karena saya ada di VIP bantu pihak penyelenggara untuk pengamanan. Padahal yang terjadi pada berita yang sedang beredar itu 'kericuhan', itu sebenarnya bahasa yang salah," ungkap UJ saat memberikan kesaksian melalui Zoom bersama LBH dan awak media, Jakarta, Rabu (5/10).
Baca Juga: PSSI Sebut Polri Tahu Soal Larangan Gas Air Mata, Namun Tetap Digunakan
Ia menyebut kejadian yang telah terjadi di Stadio Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, bukan kerusuhan, melainkan insiden dari kelalaian Brimob tidak mematuhi regulasi FIFA yang memang diperuntukan untuk pertandingan sepak bola di seluruh dunia.
"Pihak Brimob yang saya tahu tidak bisa menahan diri. Sesuai dari regulasi FIFA pasal 19 tentang Safety in Stadium, tidak diperbolehkan pihak keamanan membawa senjata api dan gas air mata," ujarnya.
UJ mengatakan, apa yang telah dilakukan oleh aparat keamanan pada saat kejadian menembakan gas air mata kepada suporter secara membabi buta. Ia melihat sendiri penembakan pertama pada sebelah utara sampai lintasan pinggir lapangan.
Kemudian diikuti dengan penembakan kedua dan ketiga ke arah selatan yang melewati pagar pembatas penonton sehingga mengakibatkan kepanikan dari para penonton yang berbondong-bondong ingin segera ke luar dari Stadion Kanjuruhan.
"Itu yang saya sayangkan dari pihak mereka. Mereka menembak ke dalam tribun penonton dua, tiga kali," lanjutnya.
UJ melihat banyak korban berjatuhan dan ada 1 wanita yang pingsan kemudian digotong oleh 3 pria. Lalu, saat akan dibawa ke mobil yang letaknya di dekat pinggir lapangan dijaga oleh kurang lebih 4 aparat Brimob. Lalu respons dari Brimob justru menolak dan mendorongnya dengan tameng.
Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan, Kompolnas Nilai PT LIB yang Bersikeras Pertandingan Digelar Malam Hari
"Saya amati dengan jelas seolah-olah bahasa mereka 'kamu tadi bentrok dengan saya, walaupun saudara kamu ini wanita enggak usah minta tolong ke saya'. Akhirnya ditolak oleh Brimob enggak tahu keluar lewat mana dan enggak tau hasil akhirnya selamat atau tidak," ucapnya.
UJ pun mengatakan, melihat sendiri korban yang telah meninggal dunia hanya ditidurkan tanpa alas dan berjumlah sekitar 5 korban jiwa pada saat itu.
"Saya masih ingat begitu turun dari ruangan VIP, yang meninggal ditidurkan cuma tanpa alas. Kalau kawan saya sudah meninggal kepalanya ditutupi kardus, mereka tertidur terbujur seperti itu. Ada juga yang masih dikipasin," ucapnya.