Home Ekonomi Soal Keuangan Berkelanjutan, C20 Sebut Dunia Belum Belajar Banyak

Soal Keuangan Berkelanjutan, C20 Sebut Dunia Belum Belajar Banyak

Badung, Gatra.com – Kelompok kerja Civil 20 (C20) di bidang Pajak dan Keuangan Berkelanjutan menyebut dunia tak banyak belajar dari pandemi Covid-19. Pasalnya, dunia saat ini masih dihadapkan dengan sejumlah permasalahan terkait dengan kapasitas keuangan berkelanjutan, pertumbuhan investasi energi bersih, serta pinjaman bank dan penjaminannya.

“Keuangan berkelanjutan masih menjadi bagian kecil dari keuangan global, dan investasi energi bersih hanya tumbuh rata-rata sebesar 2%, (ada) sekitar USD4,6 triliun pinjaman bank dan penjaminannya telah dituangkan pada pembiayaan bahan bakar fosil sejak 2021 saja. Jadi, kita belum belajar banyak melalui pandemi,” jelas Koordinator Kelompok Kerja C20 di bidang Pajak dan Keuangan Berkelanjutan Vidya Dinker, dalam sesi pleno C20, di Nusa Dua, Bali, pada Rabu (5/10).

Vidya mengatakan, sejumlah kebutuhan telah mendorong adanya urgensi untuk mereformasi perpajakan global, yang menurutnya adalah suatu sistem yang rusak. Kebutuhan itu antara lain kebutuhan akan pemulihan ekonomi akibat pandemi, kebutuhan untuk mengatasi krisis iklim, ketimpangan sosial dan ekonomi, serta tantangan ekonomi digital.

“Utang negara merupakan masalah yang banyak dihadapi oleh banyak negara kita,” tegas Vidya dalam kesempatan tersebut.

Oleh karena itu, pihaknya mendesak langkah penghapusan utang ilegal yang saat ini sudah ada, dan digantikand dengan mekanisme utang baru yang seharusnya dapat memperbaiki apa yang sekarang sudah berjalan.

Dengan demikian, kelompok kerja tersebut memandang penting bagi negara-negara di dunia untuk mereformasi arsitektur pajak global dan meningkatkan pendapatan, demi pemulihan pasca pandemi Covid-19. Hal itu dapat dilakukan dengan menerapkan praktik pajak yang baik.

“Kita perlu mereformasi arsitektur pajak global dengan konvensi dan badan pajak PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa). Kita perlu meningkatkan pendapatan untuk pemulihan pandemi dengan berpajak yang baik,” ujar Vidya.

Vidya pun menggarisbawahi bahwa pihaknya percaya, tidak ada tekanan politik atau ekonomi yang harus diberikan pada negara-negara yang memilih mengenakan pajak dengan layanan digital. Selain itu, pihaknya juga mendesak pemerintah dari setiap negara untuk mulai mengadopsi pajak progresif yang terdistribusi kembali dan setara secara gender.

Baca juga: Kapolres Kendal Hibur dan Beri Boneka Bocah Korban KDRT

Baca juga: Keren! ARMY Indonesia Galang Dana Tragedi Kanjuruhan, Tembus Rp447 Juta

Baca juga: PCNU Purworejo: Ada Unsur Judi, Mesin Capit Boneka Haram

“Kami juga menuntut pemerintah, untuk menghapus beban pajak yang tidak adil bagi perempuan dan penyandang disabilitas, dan mengadopsi perpajakan progresif yang terdistribusi kembali, serta setara secara gender. Termasuk dalam bentuk perpajakan baru atas modal dan kekayaan,” lugas Vidya.

Untuk diketahui, pajak yang adil dan keuangan berkelanjutan yang inklusif merupakan salah satu isu prioritas dalam penyelenggaraan C20. Pasalnya, dunia saat ini tengah berada dalam tahap pemulihan akibat pandemi Covid-19.

Terlebih, krisis multi-dimensi yang menimpa masyarakat global, sekaligus perubahan iklim yang tidak terelakkan, tentu membutuhkan perubahan mendasar dalam pemberlakuan pajak global dan ketersediaan keuangan yang berkelanjutan.

156
C20