Jakarta, Gatra.com - Tragedi sepakbola di stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10) lalu menimbulkan ratusan korban jiwa. Berawal dari supporter yang masuk ke lapangan yang kemudian direspon pihak keamanan dengan kekerasan dan penembakan gas air mata ke tribun. Tragedi ini menimbulkan respons dari berbagai pihak yang meminta pertanggungjawaban. Kapolri sudah mencopot Kapolres Malang serta 8 Komandan Brimob.
Ahli Hukum Pidana Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad, mengatakan bahwa hal itu merupakan konsekuensi jabatan bagi pejabat publik.
"Itu bentuk tanggung jawab moral, konsekuensi. Pejabat publik yang gagal, maka kewenangan dan jabatannya dicabut. Tapi, jangan sampai berhenti di pencopotan saja," ujarnya, Rabu (5/10).
Baca Juga: Mahfud MD Sebut Pemerintah Beri Santunan Rp50 Juta pada Korban Tewas Tragedi Kanjuruhan
Suparji menilai upaya pencopotan jabatan merupakan salah satu langkah dalam merespons tuntutan publik. Namun, proses hukum harus tetap berjalan. Penelusuran juga harus dilakukan bukan hanya kepada Kapolres melainkan ke petugas keamanan, penyelenggara, panitia pelaksana, hingga penanggungjawab di atasnya.
"Jangan sampai proses hukum berhenti. Publik merindukan keadilan," ucapnya.
Hal ini, lanjutnya tidak terlepas dari keputusan penembakan gas air mata ke arah tribun.
Baca Juga: Pemerintah Bentuk Tim Gabungan Independen untuk Ungkap Peristiwa Kanjuruhan
Menurut Suparji, hal itu tidak bisa dibenarkan. Pelanggaran prosedur jelas dilakukan sehingga harus dibenahi. Masih ada pilihan lain dalam menangani kerumunan dibandingkan dengan menembakkan gas air mata, yang dampaknya sudah jelas berbahaya.
Suparji menuturkan bahwa pada tragedi ini, keputusan untuk dilakukan autopsi menjadi salah satu pilihan. Hal ini dilakukan untuk menemukan kejelasan penyebab kematian korban secara pasti.
Baca Juga: Korban Tragedi Kanjuruhan Jadi 450 Orang, 125 Diantaranya Meninggal Dunia
"Mungkin saja dilakukan secara sampling, dalam arti tidak semua. Kalau penyebab kematian simpang siur, maka urgensi dilakukan autopsi menjadi penting. Ini dilakukan dalam konteks penerangan perkara," jelasnya.
Diketahui, kerusuhan pecah di penghujung laga Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10). Dalam video yang beredar, terlihat pihak pengaman menembakkan gas air mata ke tribun, menyebabkan supporter berlarian panik mencari pintu keluar.
Saat ini, ratusan korban masih dirawat dan penyelidikan masih dilakukan berbagai pihak.