Jakarta, Gatra.com - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan diminta untuk lebih hati-hati dan teliti dalam mengambil keputusan terkait kebijakan pemotongan biaya sewa aplikasi ojek online.
Ekonom Universitas Airlangga yang juga peneliti di Research Institute of Socio-Economic Development (RISED), Rumayya Batubara menyampaikan, pemotongan biaya sewa aplikasi, memiliki dampak luas, mulai dari sisi perusahaan aplikator, mitra driver, dan ekosistem ojol secara keseluruhan.
Pasalnya, sebagian dari biaya sewa aplikasi itu, kemudian dikembalikan lagi ke para driver, antara lain dalam bentuk promo. Menurut Rumayya, akan lebih ideal, perusahaan aplikator justru diberikan keleluasaan untuk menentukan berapa biaya swa aplikasinya.
Bahkan, tak kalah penting, pemerintah juga sebelum mengambil keputusan, dapat lebih luas mempertimbangkan banyak sisi, seperti apakah penetapan biaya sewa aplikasi itu akan berdampak pada kesehatan keuangan aplikator.
Hal lain yang disorot, Rumayya menyampaikan bahwa, dalam jangka panjang pemotongan biaya sewa aplikasi juga akan berdampak pada berkurangnya insentif mitra pengemudi.
Ia khawatir, jika kemudian tarif sewa dipangkas, akan berdampak semakin berkurangnya program marketing untuk konsumen, yang ujungnya akan menurunkan minat konsumen pada layanan aplikator dan merugikan ekosistem.
"Pendapatan mitra driver bukan cuma dari tarif, tapi juga dari komponen-komponen seperti insentif. Biaya pemasaran digunakan untuk meningkatkan permintaan pasar. Nah, semua itu kan butuh biaya untuk pengelolaan aplikasinya,” ujar Rumayya dalam rilis, Rabu (5/10).
Karena itu, saat biaya sewa aplikasi dipangkas, aplikator harus mengambil jalan lain untuk menutup biaya pengelolaan aplikasi. Selain itu, aplikator juga berpotensi menaikkan tarif ojol di luar tarif yang telah ditetapkan Kemenhub.
Akan lebih elok, misalnya, pemerintah bisa memberikan subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk para mitra driver ojol tanpa harus memotong biaya sewa aplikasi. Jadi aplikator tidak dirugikan, sementara mitra driver juga tetap memperoleh kesejahteraan.
Penyesuaian biaya sewa aplikasi, juga dikhawatirkan berimbas kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hal itu dikarenakan banyak pelaku UMKM yang menjual dagangannya dengan aplikasi ojol.
Bukan hal aneh, saat ini konsumen membeli di aplikasi ojol karena ada banyak diskon, promo, potongan harga, dan diskon biaya kirim dimana semuanya bagian dari inisiatif pemasaran dari aplikator.
"Nah, kalau biaya pemasaran tersebut berkurang akibat pemangkasan biaya untuk pengelolaan aplikasi tentu dampaknya juga akan dirasakan oleh UMKM yang berjualan di aplikasi," tegasnya.
Sebagai catatan, kenaikan tarif ojol berlaku sejak 11 September 2022 lalu. Tarif ojol yang baru tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 667 Tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.
Dalam keputusan tersebut, juga ditetapkan biaya sewa penggunaan aplikasi ditetapkan paling tinggi 15 persen dari sebelumnya 20 persen.