Jakarta, Gatra.com – Staf ahli bidang kepatuhan pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Yon Arsal, memberikan tanggapan terhadap temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan sebesar Rp15,31 triliun pada Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) tahun 2021 yang belum memadai.
Yon menyebut dari Rp15,3 triliun itu, yang menjadi temuan BPK salah satunya adalah Rp6,74 triliun PPN DTP hasil PEN 2020-2021 belum dicairkan di tahun 2021.
"Ini karena memang waktu itu ada proses pemeriksaan BPKP dan sebagainya, sehingga yang harusnya dicairkan di 2020–2021, tapi itu tidak dicairkan pada tahun yang bersangkutan dan masih menjadi tunggakan," ungkap Yon dalam media briefing Direktorat Jenderal Pajak, dikutip Rabu (5/10).
Selain Rp6,74 triliun PPN DTP, Yon mengatakan ada Rp3,7 tiliun insentif dan fasilitas pajak lainnya menjadi dipermasalhkan oleh BPK.
"Ada 3,7 triliun yang sebenarnya ini cara kita membaca faktur tidak salah ya, sudah kita bicarakan dengan tim BPK sebenarnya, pada saat itu sudah kita serahkan penjelasan. Namun demikian belum tertampung pada waktu laporan LKPP-nya," jelas Yon.
Baca Juga: Amuk Syarfi Periksa Proyek Pemerintah, Takut Temuan BPK
Yon menyampaikan bahwa hasil temuan dan rekomendasi BPK terkait pengelolaan dan pengawasan insentif dan fasilitas pajak ini akan dijadikan evaluasi Direktorat Jenderal Pajak. Ke depan, penyajian laporan dan pengawasan, menurut Yon akan dilakukan secara otomatis. Sebab selama ini, pengawasan yang dilakukan pihaknya masih secara manual.
"Pengawasannya mostly masih manual ya sekarang, kami siapkan secara otomatis sehingga nanti kalau ada pemeriksaan oleh pihak-pihak eksternal itu sudah langsung bisa menggunakan data source yang sama," sebutnya.
Sebelumnya, BPK dalam Ikhitisar Hasil Pemerikasaan Semeseter I tahun 2022 mengungkapkan pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan yang terkait dengan PC-PEN tahun 2021 sebesar Rp15,31 triliun belum sepenuhnya memadai.
Akibat tidak memadai, BPK menemukan potensi penerimaan pajak yang belum direalisasikan atas pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Non-PC-PEN kepada pihak yang tidak berhak hingga Rp1,31 triliun. Bahkan, nilia realisasi pemanfaatan fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar Rp3,55 triliun dinilai tidak andal.
"Belanja Subsidi Pajak DTP dan Penerimaan Pajak DTP belum dapat dicatat sebesar Rp4,66 triliun, dan nilai realisasi insentif dan fasilitas pajak PC-PEN sebesar Rp2,57 triliun terindikasi tidak valid," tulis Laporan BPK dalam Ikhitisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2022, dikutip Rabu (5/10).
Baca Juga: Dana Hibah Parpol Selalu jadi Temuan BPK
Selain itu, BPK juga menemukan adanya potensi pemberian fasilitas PPN DTP kepada pihak yang tidak berhak dengan nilai sebesar Rp154,82 miliar. Adapun potensi penerimaan pajak dari penyelesaian mekanisme verifikasi tagihan pajak DTP Tahun 2020 sebesar Rp2,06 triliun.
Karena itu, BPK dalam IHPS menuliskan beberapa poin rekomendasi agar Menteri Keuangan menginstrusikan Direktur Jenderal Kemenkeu, Suryo Utomo untuk melakukan beberapa perbaikan pengelolaan insentif dan sfasilitas perpajakan.
Adapun rekomendasi tersebut yakni meminta Suryo untuk memutakhirkan sistem pengajuan insentif WP dengan menambahkan persyaratan kelayakan penerima insentif dan fasilitas pajak sesuai ketentuan DJP online.
Selanjutnya, Suryo juga diminta untuk menguji kembali validasi atau kebenaran pengajuan insentif dan fasilitas pajak yang sebelumnya telah diakukan WP dan disetujui.
Terakhir, Suryo juga diimbau untuk menagih kekurangan pembayaran pajak dan memberikan sanksi atas pemberian insentif dan fasilitas pajak yang tidak sesuai.