Jakarta, Gatra.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis pernyataan sikap atas ketidaksetujuan dari sikap dan keputusan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) memberhentikan Hakim Konstitusi, Aswanto tanpa alasan yang jelas pada Rapat Paripurna ke VII Masa Sidang I Tahun 2022-2023.
Selain itu anggota dewan juga menyepakati memilih Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK, Guntur Hamzah yang menggantikan posisi Aswanto sebagai hakim konstitusi nanti.
ICW menganggap tindakan yang dilakukan oleh DPR melanggar konstitusi dan peraturan perundang-undangan, arogan dan sewenang-wenang serta menunjukkan sikap congkak dari DPR RI.
Baca juga: Hakim MK, Aswanto Tegur Kuasa Hukum dari PDIP
Berdasarkan dari rilisan melalui laman website ICW terdapat kekeliruan DPR perihal perombakan komposisi majelis hakim konstitusi menurut ICW.
"Surat yang dikirimkan oleh MK kepada Ketua DPR RI itu substansinya terbatas pada Putusan Nomor 96/PUU-XIII/2020. Putusan itu mengubah periodisasi jabatan hakim MK, yakni, tidak lagi merujuk pada siklus lima tahunan, melainkan merujuk pada pembatasan usia. Alih-alih memahaminya, DPR justru berakrobat dengan memanfaatkan surat itu sebagai dasar memberhentikan hakim konstitusi," jelas ICW pada siaran pers melalui website ICW, Jakarta, Selasa (04/10).
Untuk itulah, ICW bersama Ray Rangkuti, Jeirry Sumampow, M. Ihsan Maulana, Alwan Ola dan lain-lain memprotes dan menolak serta mengambil sikap atas ketidaksetujuan atas keputusan DPR.
"DPR harus patuh dan tunduk pada Konstitusi, UU Mahkamah Konstitusi, Putusan MK. DPR harus mengubah keputusannya yang telah memberhentikan Hakim Konstitusi, Aswanto dan memulihkan haknya. Dan meminta kepada Presiden untuk tidak menindaklanjuti proses pergantian Aswanto karena tidak memiliki dasar hukum yang dirasa bertentangan dengan konstitusi dan hukum yang berlaku," pungkasnya.