Jakarta, Gatra.com - Polri belum dapat memastikan efektivitas perombakan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Perombakan Divpropam Polri direkomendasikan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Menko Polhukam Mahfud MD agar kasus Ferdy Sambo tak terulang.
"Masalah perubahan struktural dapat dikatakan efektif atau tidak itu ada mekanisme dan satuan fungsi (satfung) yang menangani," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah kepada wartawan Senin, (3/10).
Nurul mengatakan stafsung yang menangani itu adalah Staf Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Anggaran (Srena). Nantinya, Srena akan melakukan pengkajian dan focus group discussion (FGD) untuk mendengar pendapat dari para pakar.
Baca Juga: Pengusutan Penembakan Polisi, Mahfud MD: Kredibilitas Polri dan Pemerintah Jadi Taruhan
"Kemudian, diajukan ke Kemenpan RB dan di sana juga dilakukan kajian," ujar Nurul.
Pengkajian itu juga dilakukan oleh sekretariat negara (Setneg). Maka itu, dia mengatakan dalam melakukan perombakan struktural itu perlu proses, analisis dan pengkajian.
"Untuk mengatakan efektif atau tidak efektif itu setelah dilakukan evaluasi dan pengkajian," jelas dia.
Sebelumnya, Mahfud mengatakan perlu melakukan perombakan struktural terbatas terhadap Divisi Propam Polri. Agar kewenangan divisi yang menegakkan disiplin terhadap anggota Polri itu terpecah dan tidak menjadi kekuatan yang menakutkan.
Baca Juga: Ferdy Sambo Beri Sinyal Gugat Putusan, Polri: Tak Ambil Pusing
"Kita juga merekomendasikan perombakan struktural secara terbatas yaitu Divisi Propam supaya kewenangannya dipecah, tidak lagi menjadi seperti kekuatan tersendiri yang menakutkan, juga menakutkan orang di atasnya," kata Mahfud, Minggu, (2/10).
Mahfud menilai perombakan itu juga untuk menghindari munculnya "abuse of power" atau penyalahgunaan kekuasaan oleh Divisi Propam Polri.
Dia memandang "abuse of power" terjadi di era kepemimpinan Ferdy Sambo yang kini jadi tersangka pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
"Karena kemudian menimbulkan abuse of power dan itu yang terjadi di kasus Sambo itu," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.