Home Ekonomi Mamuang Digoyang

Mamuang Digoyang

Jakarta, Gatra.com - Tiga bulan lalu, persis saat pemilihan Kepala Desa berlangsung di halaman kantor Desa Martasari Kecamatan Pedongga, Kabupaten Pasangkayu, Provinsi Sulawesi Barat, I Wayan Sucana cerita panjang tentang perjalanan desa itu, selama dua periode dia pimpin.

Tentang hubungan baik desa dengan PT. Mamuang --- anak perusahaan PT. Astra Agro Lestari Tbk --- tentang dua dusun desa itu --- Dusun Sawit Mitra Lestari dan Dusun Bayu --- yang berada di areal kerja perusahaan dan juga tentang berapa kali ayah empat anak ini menjadi saksi persoalan tanah antara masyarakatnya dengan perusahaan.

"Martasari ini ring satunya Mamuang. Setelah dibina perusahaan sejak tahun 2000 melalui program Income Generating Activity (IGA), kelapa sawit menjadi primadona desa. Warga sejahtera. Rumah, tempat ibadah, semakin bagus. Jangan heran kalau Bapak menengok warga saya punya mobil 2-3 unit," lelaki 54 tahun ini mengumbar senyum saat berbincang dengan Gatra.com waktu itu.

Semuanya gara-gara program IGA itu. Masyarakat diajari bertanam sawit, kemitraan dibangun, kelompok dibina, pupuk diberikan perusahaan dengan pola pembayaran nyicil. Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) pun diturunkan sekali dua bulan.

Pendidikan, kesehatan dan infrastruktur terperhatikan. Tiap ada kebutuhan mendesak, perusahaan cepat membantu. Pemerintah Desa dan perusahaan kata Wayan, selalu saling komunikasi.

I Wayan Sucana, Kepala Desa Martasari dua periode. Foto: (GATRA/Aziz)

"Kalau ada program di perusahaan, kita segera dapat cerita dari Community Development Officer (CDO). Sekarang lagi coba ternak lele. Program ini dari Mamuang. Lokasi, pakan dan bibit dikasi. Yang uji coba para kadus," lelaki yang sudah menjadi warga Pasangkayu sejak tahun 1986 ini panjang lebar cerita.

Saat ini kata Wayan, ada 867 kepala keluarga warganya. Dari jumlah itu, sekitar 175 kepala keluarga adalah warga suku Kaili yang bermukim di Dusun Iyambo Jaya dan Kabuyu.

Dulu, tanah warga Kaili luas-luas. Ada yang 4 hingga 10 hektar. Sekarang, malah ada yang sama sekali tak punya tapak rumah lantaran semua tanahnya sudah dijual.

"Mereka menjual tanah itu ada yang untuk beli sepeda motor, nikahkan anak dan bahkan untuk beli barang elektronik," katanya.

Uniknya, meski sudah tak punya tanah apalagi kebun, masih ada malah yang bisa punya hasil panen sawit 1 ton. Rupanya beberapa di antaranya 'kerja malam', mencuri. Mereka punya katingting (perahu kecil).

"Lokasi (kebun) teman Bali di pinggir sungai sudah dipanen duluan. Oknum-oknum ini sudah tak takut lagi lantaran sudah sering seperti itu dan tertanggap. Mereka sudah tahu kalau perbuatannya itu tindak pidana ringan (tipiring)," ujarnya.

Bukan tak sering Wayan menegur ulah oknum-oknum warganya itu. "Sekarang enak bisa maling, kalau nanti tak ada lagi, mau makan apa?" begitu dia mengingatkan.

Beberapa tahun belakangan, muncul pula kelompok yang mengaku kalau lahan yang diusahai perusahaan, dulunya sudah ditanami coklat, jeruk dan tanaman lainnya. "Kalau saya bilang, itu pengakuan bohong. Gimana tanaman mau hidup wong dulunya daerah ini air nya masih se dada?" Wayan bertanya sendiri.

Di Kabuyu, ada pula warga yang mengaku punya lahan 250 hektar. Lahan itu kemudian dilepas perusahaan. Tapi sayang, setelah dilepas, tanah itu dijual. Belakangan ada yang menuntut lagi dengan alasan, bahwa tanah mereka dulunya tidak di areal yang sudah dilepas itu, tapi di tempat lain.

"Mereka menuntut sampai ke Polda Sulsel, Pengadilan Tinggi. Saya sering dipanggil jadi saksi. Saya menjawab apa adanya, bahwa dasar mereka merebut lahan perusahaan itu enggak ada. Sering saya ngasi pandangan ke mereka soal hak yang sesungguhnya, harus ada bukti, tapi ya itulah," ujarnya.

Wayan sendiri memastikan bahwa warganya yang menuntut itu tak sampai 15%, kebanyakan justru orang luar desa yang tak ada kaitannya dengan tanah di desa itu.

Semua yang diceritakan Wayan itu dia tengok sendiri lantaran sedari awal dia sudah ada kampung itu. Dia sendiri jadi kepala desa sudah sejak tahun 2008 silam.

"Gimana saya membikin surat bukti atas tanah mereka sementara enggak ada tanah mereka di sana. Yang membikin saya pusing, lahan konservasi perusahaan di Sambolo itu, diminta mereka pula untuk saya bikinkan surat. Enggak maulah saya," katanya.

Meski Wayan membikin pengakuan seperti itu, dua hari belakangan, Mamuang justru menjadi objek cerita tak sedap. Perusahaan ini disebut telah melakukan pelanggaran Hak Azazi Manusia (HAM) dan perampasan hak atas tanah warga Kaili.

Sejumlah pegiat lingkungan yang salah satunya Friends of The Earth (FoE), sampai-sampai mengirim surat terbuka ke pemilik perusahaan dunia, termasuk Nestle, agar tidak lagi membeli minyak sawit Mamuang. Surat itu pun kemudian menjadi bahan tulisan sejumlah media nasional maupun internasional.

Dituduh begitu, manajemen PT Astra Agro Lestari Tbk (Astra Agro) gerah dan membikin penegasan bahwa perusahaan sangat komit atas tata kelola perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Komitmen itu mencakup upaya perusahaan menjaga kelestarian lingkungan dan penghormatan terhadap HAM.

"Kami sangat serius menjalankan kebijakan Keberlanjutan kami,” kata Senior Vice President of Communications and Public Affair Astra Agro, Tofan Mahdi, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Gatra.com tadi siang.

Manajemen Astra Agro kata Tofan tidak pernah melakukan kriminalisasi kepada masyarakat seperti yang dituduhkan FoE itu. Soal kasus pencurian (penjarahan) buah sawit di kebun perusahaan pada Maret 2022 lalu, sepenuhnya diserahkan kepada proses hukum tanpa pengaruh dari Astra Agro atau anak perusahaannya.

"Astra Agro tunduk dan patuh pada semua peraturan perundangan yang berlaku. Perseroan sudah menjalankan kebijakan keberlanjutan dengan prinsip tidak melakukan deforestasi. Konservasi lahan gambut dan menghormati HAM malah menjadi misi utama. Saat ini, anak-anak perusahaan Astra Agro juga sudah mendapat sertifikasi Indonesian Sustinable Palm Oil (ISPO)," terangnya.

Lantaran itulah kata Tofan, sangat disayangkan kalau tudingan FoE itu sesungguhnya tidak berdasar dan tidak sesuai dengan kondisi objektif di lapangan. "Materi yang disampaikan oleh FoE yang menjadi dasar rencana pemblokiran Nestle itu adalah isu lama yang sudah terklarifikasi di tahun-tahun saat kejadian" tegasnya.


Abdul Aziz

288