Home Olahraga Save Our Soccer Ungkap Sejumlah Pelanggaran Buntut dari Tragedi Kanjuruhan

Save Our Soccer Ungkap Sejumlah Pelanggaran Buntut dari Tragedi Kanjuruhan

Jakarta, Gatra.com - Kerusuhan sepak bola di Stadion Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya menimbulkan duka dalam persepakbolaan Indonesia. Tindakan yang tidak tegas dan tidak preventif dari pelaku sepak bola Indonesia jadi sorotan akibat tragedi ini.

“Kasus ini terjadi karena adanya pelanggaran-pelanggaran, baik itu pelangaran prosedural maupun pelanggaran SOP dan pelanggaran regulasi serta pelanggaran safety and security stadium regulation milik FIFA,” kata Koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali di Jakarta, Minggu (2/10).

Baca juga: Ini Kronologi Tragedi Kanjuruhan Berdasarkan Laporan Polisi

Menurutnya, sebelum tragedi ini terjadi, PSSI telah melarang suporter Persebaya Surabaya atau Bonek untuk hadir dalam pertandingan. Pihak kepolisian juga sudah melarang dengan tegas kehadiran Bonek di setiap laga Persebaya.

Akmal menyayangkan, tragedi di Stadion Kanjuruhan ini bukan soal rivalitas, melainkan fanatisme sempit yang kebablasan sehingga membuat korban berjatuhan.

Selanjutnya, salah satu penyebab kerusuhan terjadi merupakan over capacity stadion. Dari jumlah penjualan tiket yang seharusnya hanya 25 ribu, menjadi 45 ribu tiket untuk area Jawa Timur saja. Dari hal ini, jumlah penonton tidak sebanding dengan kapasitas stadion, sehingga banyak yang berjubel dan berdesak-desakan.

Baca juga: Menpora Minta Edukasi Penonton Dimasifkan Kembali

"Ini merupakan pelanggaran prosedural yang sangat fatal. Terakhir, tentunya ini terkait dengan pihak kepolisian, yang melaksanakan tugas atau pengamanan tidak sesuai prosedur dan melanggar FIFA safety and security stadium Pasal 19 di mana bahwa senjata api dan gas air mata tidak boleh masuk di sepak bola,” tambahnya.

Akmal juga menyayangkan kelalaian PSSI yang tidak berkoordinasi dengan kepolisian mengenai prosedur pengamanan sepak bola yang jelas berbeda dengan demonstrasi. PSSI harus belajar dari kerusuhan sepak bola di Hillsbrough, Inggris yang menewaskan 96 orang. Dari kejadian itu kemudian diterbitkan regulasi yang mengatur suporter tapi tidak dimiliki oleh PSSI.

“Oleh karena itu, atas dasar kasus yang terjadi di lapangan, maka perlu sepak bola dihentikan untuk sementara sampai kemudian diambil keputusan untuk membentuk Tim Pencari Fakta Gabungan atau tim khusus menginvestigasi kasus ini. [Polisi] memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pihak-pihak yang lalai,” tegas Akmal.

Pada Pasal 103 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 Sistem Keolahragaan Nasional menyebutkan bahwa penyelenggara kegiatan olahraga yang tidak memenuhi persyaratan teknis keolahragaan, kesehatan, keselamatan, ketentuan daerah setempat, keamanan, ketertiban umum, dan kepentingan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 Miliar.

Tersangka terancam penjara maksimal lima tahun dengan Pasal 359 juncto Pasal 103 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Sistem Keolahragaan Nasional yang mencabut UU 3 Tahun 2005 dengan ancaman paling lama dua tahun.

Terakhir, Pasal 359 KUHP menyatakan barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

359