Home Hukum Nilai Putusan Semena-Mena, Kuasa Hukum Lianawati Laporkan Hakim ke MA

Nilai Putusan Semena-Mena, Kuasa Hukum Lianawati Laporkan Hakim ke MA

Jakarta, Gatra.com – Kuasa hukum Lianawati Nurmawan, Rully Simorangkir, mengatakan, pihaknya melaporkan majelis hakim yang memutus perkara gugatan 606/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Utr ke Mahkamah Agung (MA).

“Kami sudah melaporkan Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara gugatan perdata wanprestasi ke Mahkamah Agung RI,” kata Rully dalam keterangan pers, Sabtu (1/10).

Advokat dari Kantor Hukum Rullysimo & Partners tersebut menjelaskan, pihaknya melaporkan para hakim tersebut karena menilai putusan atas wanprestasi terkait tanah dan rumah di Sunter, Jakarta Utara (Jakut), itu semena-mena dan tidak adil (onrechtvaardig).

“Di antarnya terkait dasar hukum yang sudah tidak berlaku atau telah dicabut dan proses peradilan yang tidak taat asas hukum acara perdata. Putusan yang semena-mena tersebut jelas merugikan klien kami,” ujarnya.

Rully menjelaskan, majelis hakim menyatakan bahwa sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 14 tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah, maka surat kuasa yang diberikan oleh Hanafi Nurmawan (Tergugat) di Singapura kepada Lianawati Nurmawan (Penggugat) untuk menjual sebidang tanah berikut rumah miliknya adalah tidak sah.

Baca Juga: Kuasa Hukum Lianawati Sebut Putusan Hakim PN Jakut Absurd

Menurut majelis, hal tersebut mengakibatkan proses jual beli yang terjadi sebagai produk turunan dari surat kuasa tersebut juga dianggap tidak sah. Padahal, ujar Rully, surat kuasa tersebut bukanlah surat kuasa mutlak.

Terlebih lagi, kata dia, penandatanganan surat kuasa tertanggal 5 Mei 2011 tersebut telah dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku, bahkan dilakukan di hadapan pejabat Kedutaan Besar RI (KBRI) di Singapura.

Kemudian, pihak KBRI Singapura mengesahkan surat kuasa tersebut melalui Surat Nomor 421/PROTKONS/XII/2020 tanggal 11 Desember 2020 yang ditandatangani oleh Minister Counsellor, Irwan Buchari.

Menurut Rully, permasalahan yang paling penting adalah Inmendagri 14/1982 tersebut sudah tidak berlaku lagi. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2014 tentang Pencabutan Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Pertanahan, dalam lampiran tertera Inmendagri 14/1982 termasuk dalam daftar regulasi yang dicabut.

“Tapi sekali pun sudah tidak berlaku, dipaksakan untuk memberi pertimbangan bahwa seolah-olah surat kuasa tersebut bersifat mutlak,” ungkap Rully.

Atas dasar itu, pihaknya menilai majelis hakim PN Jakut tersebut aneh karena tetap menggunakan aturan yang telah dicabut pada tahun 2014, atau sudah 8 tahun dicabut. Ini sangat tidak masuk akal kalau majelis hakim tidak mengetahui bahwa peraturan perundang-undangan yang dipakainya sebagai dasar putusan sudah tidak berlaku lagi.

Hal lainnya yang menjadi keberatan Lianawati, lanjut Rully, adalah majelis hakim dalam putusannya mengabaikan ketentuan tata cara hukum acara perdata karena surat kuasa yang digunakan oleh pihak Tergugat adalah surat kuasa umum.

“Padahal jelas-jelas dalam berperkara di pengadilan harus menggunakan surat kuasa khusus sebagaimana ditentukan dalam Pasal 123 Ayat (1) HIR,” ujarnya.

Bukan hanya dua alasan di atas, menurut Rully, majelis hakim bahkan dalam membuat pertimbangannya bertindak ultra petita. “Bahwa dirinya selaku kuasa dari Penggugat tidak pernah meminta agar surat kuasa dan Akta Jual Beli milik kliennya dinyatakan sah dan berharga,” katanya.

Demikian pula, pihak Tergugat tidak pernah meminta agar surat kuasa dan Akta Jual Beli tersebut dinyatakan tidak sah. Namu demikian, majelis hakim memberikan pertimbangan yang kemudian disimpulkan sendiri bahwa surat kuasa tersebut tidak sah sehingg seluruh produk hukum turunan dari surat kuasa tersebut tidak sah.

“Bagaimana majelis hakim dapat bertindak seperti ini? Bukankah hal seperti ini adalah pengetahuan dasar ketika seseorang belajar hukum di semester pertama?” ujar Rully.

Baca Juga: Pengamen Korban Salah Tangkap Laporkan Hakim PN Jaksel Ke KY

Pengabaian terhadap prinsip-prinsip tata cara hukum acara perdata tersebut adalah sangat tidak dapat diterima. "Seharusnya hakim adalah orang-orang yang paling memegang teguh ketentuan perundang-undangan. Karena pada jabatan hakim itulah bertumpu pelaksanaan hukum secara baik dan benar guna tercapainya ketertiban dan kepastian hukum bagi masyarakat pencari keadilan,” katanya.

Parahnya lagi, hakim PN Jakut yang memeriksa perkara tersebut diduga telah melakukan penyelundupan hukum karena dalam pertimbangan putusannya menyatakan, proses jual beli tanah dan rumah yang berada di Jalan Danau Sunter Selatan, Sunter, Jakut, ini tidak sah karena pembayarannya tidak dilakukan di depan pejabat Notaris/PPAT.

“Itu kesimpulan hakim sendiri yang datangnya dari mana tidak tahu. Sebab faktanya, Tergugat telah menerima pembayaran dari Penggugat senilai Rp13,9 miliar. Hal itu dinyatakan dalam Akta Jual Beli,” katanya.

Menurut Rully, Akta Jual Beli itu berlaku sebagai tanda penerimaan yang sah. Selain itu, tidak ada pernyataan dalam Akta Jual Beli bahwa pembayaran tidak dilakukan di hadapan PPAT.

Lianawati meminta pihak MA bisa memberi perhatian terhadap penuntasan perkara ini di tingkat banding. "Kami khawatir apabila tidak diberikan perhatian khusus, maka dapat terjadi penyimpangan pemeriksaan perkara a quo di tingkat banding dan selanjutnya,” ujar Rully. Gatra.com masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.

512