Home Hiburan Resital Piano Jonathan Kuo dan Ambisi Konser Internasional

Resital Piano Jonathan Kuo dan Ambisi Konser Internasional

Jakarta, Gatra.com-- Mengenakan setelan jas abu tua yang dipadukan dengan kemeja merah muda, Jonathan Kuo berdiri di ujung panggung. Saat itu pukul 19.40 WIB, dengan langkah cukup cepat dia bergerak menuju ke tengah panggung. Kedatangannya sudah ditunggu oleh Steinway & Sons, piano klasik berkelir cokelat kehitaman buatan Amerika Serikat.

Jonathan tak membutuhkan waktu yang lama untuk menyapa penonton yang hadir di auditorium GoetheHaus, Jakarta Pusat, pada Kamis malam (29/9). Pianis berusia 20 tahun itu lantas mengambil posisi duduk. Tangannya diulurkan dan dibiarkan 'menyatu' dengan tuts piano. Kakinya secara sigap menekan pedal sustain piano mewah itu.

Malam itu Jonathan membawakan tiga karya komponis favoritnya. Lagu-lagu itu adalah Sonata in D Major, Op. 10, No.3 oleh Beethoven; Le tombeau de Couperin oleh Ravel; dan Sonata in A Minor, D.845 oleh Schubert.

Jonathan tampil begitu percaya diri. Dalam tempo yang cepat dia mampu bermain sambil menyilangkan kedua tangannya, seakan tak memberi kesempatan untuk lengah. Ekspresi wajahnya mengikuti ritme tekanan pianonya. Beberapa kali dia melempar senyum ke arah penonton, tetapi tak jarang juga menatap langit-langit gedung seolah 'dirasuki' oleh nada yang dimainkannya.

Bahkan dalam memainkan Sonata in A Minor dari Schubert, deru napasnya terdengar hingga bangku penonton. Jonathan begitu bergairah. Penonton pun 'dihipnotis' dengan lantunan permainannya, terlihat dari ratusan pasang mata yang fokus kepadanya. Beberapa kali ada yang mengangguk dan bergaya seakan turut menekan tuts bersama Jonathan.

Menjelang pukul 10 malam, Jonathan mengakhiri permainannya. Dia dibanjiri tepuk tangan yang panjang oleh penonton, juga ada yang memberikannya sebuket bunga mawar. Konser resital piano malam itu memang menjadi miliknya.

Pertunjukan di GoetheHaus sebenarnya lanjutan dari tur yang pernah dia jalani sebelumnya. Jonathan sempat bermain di Steinway Gallery, Singapura pada (22/8) lalu. Di sana, dia membawakan lagu Sepasang Mata Bola karya Yazeed Zamin yang diiringi paduan suara Batavia Madrigal Singer.

Sementara pertunjukan di Malaysia, baru akan digelar pada 6 Oktober 2022 mendatang. Rencananya konser itu akan diselenggarakan di UCSI University, Kuala Lumpur.

"Terhitung sudah delapan konser yang saya lakukan di tahun ini. Saya terus berlatih dan berusaha mempersembahkan yang terbaik untuk semua pecinta musik klasik," kata Jonathan saat konferensi pers sebelum memulai konser.

Konduktor sekaligus guru Jonathan di Konservatorium Musik Jakarta, Iswargia R. Sudarno mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan rutinitas seniman musik dan pianis. Menurutnya, musisi memang harus produktif menggelar konser.

Adapun tiga negara yang dipilih, yakni Singapura, Indonesia, dan Malaysia, dalam kacamata Iswargia merupakan negara yang terdekat secara sosio-ekonomi maupun relasi kepemusikannya.

"Konservatorium Musik Jakarta memilih Jonathan untuk tampil dalam konser publik di Jakarta, karena saat ini Jonathan merupakan salah satu siswa yang paling banyak prestasi secara internasional. Sebelumnya juga telah banyak siswa yang ditampilkan secara publik, terutama yang telah berprestasi internasional," kata dia.

Pandemi dan Frustasi

Iswargia menggembleng Jonathan selama tiga bulan terakhir. Sehari-hari Jonathan bisa menghabiskan waktu lima jam untuk belajar. Tingkat kesulitannya begitu tinggi. Iswargia menyebut lagu standar internasional untuk resital piano memang tak mudah dipelajari.

Selama pandemi Covid-19, banyak acara musik dibatasi guna mencegah penyebaran virus. Inilah yang membedakan Jonathan dengan musisi lainnya. Di saat musisi lain kesulitan bertahan hidup karena minimnya pemasukan, Jonathan tetap bertahan. Ia memanfaatkan privilesenya itu untuk terus berlatih.

"Latihan 'kan enggak cuma duduk, main depan pianonya saja. Pandemi membuat saya lebih introspeksi ke musiknya. Karena enggak bisa difokusin ke luar, jadi saya fokus ke musiknya saja," kata Jonathan yang juga sempat membuka konser daring saat pandemi.

Satu sisi, solois berkacamata ini mengaku sempat frustasi saat berlatih. Lagu yang membuatnya kewalahan itu adalah Sonata in A Minor, D.845 karya Schubert. Lagu yang dimainkan 35-40 menit oleh Jonathan ini lahir di Wina, Austria, 25 tahun setelah karya Beethoven Sonata in D Major, Op.10 No,3 muncul, tepatnya akhir abad ke-18.

"Bisa lebih ekstrem daripada Mozart. Kelihatannya cuma not saja. Tetapi kalau enggak dapat satu hal, itu bisa buyar," kata Jonathan.

Piano sudah menjadi sahabatnya sejak kecil. Jonathan bahkan sudah bisa menganalisis perbedaan cara mainnya beberapa tahun silam dengan saat ini. Dia mengaku jauh lebih mendalami musik. Bahkan melalui musik, dia bertumbuh; bisa membaca dan memahami dirinya.

Jonathan tentu berharap ambisinya manggung di kancah internasional, selain dua negara seperti Singapura dan Malaysia, bisa terlaksana. Ini merupakan mimpi yang dipegangnya dengan erat.

"Aku ingin sekali manggung di negara-negara Eropa dan negara maju, seperti Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Australia. Aku tetap ingin bawa nama Indonesia," kata peraih penghargaan Concerto Encouragement Award dari Amerika Serikat ini.

545