Jakarta, Gatra.com - Polri memastikan video singkat yang viral disebut sebagai sel mewah Ferdy Sambo yang merupakan tersangka pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, adalah hoaks.
Hal tersebut disampaikan dalam video yang diunggah oleh akun Instagram @divisihumaspolri pada Selasa (27/9). Dalam video tersebut, tim Divisi Humas Polri juga telah membubuhkan stempel hoaks.
"Beredar sebuah video menyesatkan di sosial media TikTok yang memperlihatkan sebuah kamar mewah dan fasilitasnya, serta suara laki-laki yang menarasikan itu adalah ruang sel tahanan FS. Video tersebut tidaklah benar atau Hoaks," ujar Humas Polri, dikutip Kamis (29/9).
Dilihat dalam video yang diunggah oleh Humas Polri, tampak ruangan dan kamar mewah yang tidak seperti ruangan tahanan.
Sementara suara yang terdapat dalam video tersebut menyampaikan rasa pesimisme kepada aparat penegak hukum.
"Enggak ada gunanya lapor kalau dibohongi sama negara kayak gini. Biar Pak Mahfud belajar lihat kenyataan. Pak Mahfud dan Kapolrinya belajar, sama Presiden, ini ditutup-tutupin atau apa," ucap dia.
Kendati demikian, Mabes Polri menegaskan video singkat yang sempat viral di TikTok itu adalah hoaks. Divisi Humas Polri menjelaskan bahwa video itu bukan situasi sel yang ada di Mako Brimob.
Polri juga meminta masyarakat tidak mudah percaya dengan pemberitaan atau informasi yang belum jelas kebenarannya.
"Dan suara yang ada merupakan audio terpisah yang ditempel video tersebut untuk menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat," ujarnya.
Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, sejauh ini kepolisian telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah Irjen Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, Kuat Maruf, serta Putri Candrawathi.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.
Selain itu, polisi juga telah menetapkan tujuh orang tersangka terkait obstruction of justice dalam kasus ini. Mereka adalah Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
Mereka diduga melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.