Jakarta, Gatra.com- Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto menegaskan bahwa pihaknya menolak dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan cukai rokok setiap tahun. Sebab hal itu menurutnya dinilai tidak adil.
“Kami sangat menolak kenaikan cukai rokok di tahun 2023. Kami sudah sampaikan hal ini ke Menteri (Keuangan) dengan alasan tentunya, bukan hanya sekedar menolak karena selama ini Formasi realistis saja," katanya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/9).
Hal itu seiringan dengan kondisi tahun mendatang yang dinilai akan membaik sejalan dengan pulihnya ekonomi dengan status kesehatan yang lebih baik. "Tahun depan dengan baru pulihnya ekonomi seusai pandemi kita memohon pemerintah untuk tidak menaikkan cukai di tahun depan,” katanya.
Lebih lanjut Heri menjelaskan, apabila pemerintah ngotot menaikan cukai rokok, maka akan banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Pertama, akan terjadi pengurangan pegawai atau buruh yang berarti menghasilkan pengangguran yang sangat banyak di saat kondisi ekonomi sulit.
Kedua, akan semakin banyak rokok illegal. Ketiga, industri rokok terutama pabrikan rokok menengah dan kecil semakin banyak yang gulung tikar alias bangkrut. "Itu berarti menimbulkan efek negatif juga bagi pemerintah. Akan semakin mempersulit ekonomi," tegasnya.
Hal yang sama disampaikan Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wahyudi,. Menurutnya, usulan kenaikan cukai rokok setiap tahun selain karena pemerintah membutuhkan dana juga karena adanya tekanan dari dunia luar terutama kalangan lembaga swadaya masyarakat agar menaikan cukai rokok.
Benny berharap pemerintah berani melawannya dengan tidak menaikan cukai rokok. Sekiranya karena terpaksa harus menaikan, kenaikannya tidak lebih dari angka pertumbuhan ekonomi nasional.
“Pemerintah harusnya mempertimbangkan kepentingan industri nasional, kepentingan ekonomi nasional, kepentingan petani, dan kepentingan buruh. Di sini harusnya ada keseimbangan. Apalagi kita baru saja menghadapi Covid-19 yang memporak porandakan sektor ekonomi secara keseluruhan," ungkap dia.
Menurut dia, industri rokok sebagai bagian dari industri dan bagian dari ekonomi harusnya dapat pulih dulu. Hal ini terlepas dari adanya gerakan anti tembakau tadi.
Penolakan yang sama juga disampaikanm kalangan petani tembakau. Penasehat Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) willayah Jawa Tengah, Tryono dengan tegas menolak rencana atau usulan kenaikan cukai rokok di tahun 2023 mendatang. “Tidak perlu adanya kenaikan Cukai Rokok, Sebesar apapun tidak perlu dinaikan, Karena selama ini cukai rokok sudah sangat tinggi. Karena itu pemerintah tidak perlu manaikannya lagi,” tegas Penasehat APTI Jawa Tengah itu.
Menurut Tryono, kenaikan cukai rokok yang dilakukan pemerintah setiap tahun, bukan hanya merugikan kalangan industri rokok beserta para buruhnya. Petani tembakau pun terkena imbasnya.
Sebab pembelian tembakau produksi petani menjadi semakin berkurang. Hal ini merugikan dan menyengsarakan nasib dan perekonomian petani tembakau yang sedang susah karena terkena dampak kenaikan BBM.
“Kalau pemerintah masih juga menaikan cukai rokok, akan semakin memperburuk kondisi kesejahteraan petani tembakau. Akan banyak dari para petani tembakau yang berhenti menanam tembakau karena terus merugi. Dan itu menyengsarakan nasib petani tembakau,” tegas Pryono.
Penolakan yang sama disampaikan ketua umum Koalisi masyarakat tembakau Indonesia, Bambang Elf. Menurutnya, kenaikan cukai rokok akan berdampak pada pengurangan pegawai di sektor industri tembakau. Setiap kali ada kenaikan cukai rokok, akan ada pengurangan buruh dan pegawai di sektor IHT.
“Kenaikan cukai ini berpotensi dan punya pengaruh negative terhadap sektor ketenagakerjaan di sektor industri hasil tembakau. Tahun 2022 dan tahun 2023 ini pemerintah harus memberikan kompensasi dengan tidak menaikkan cukai agar IHT tetap bertahan,” tegasnya.