Idlib, Gatra.com – Wabah kolera yang telah merenggut 29 nyawa di Suriah, saat ini menjadi pemicu malapetaka baru akibat peperangan yang terjadi di negara itu selama 11 tahun terakhir. Wabah tersebut disebut memicu ketakutan bagi masyarakat Suriah yang mengungsi di kamp-kamp evakuasi, dengan kondisi kekurangan air mengalir dan minimnya sistem pembuangan limbah.
Wabah tersebut mulanya berasal dari air yang terkontaminasi di dekat sungai Efrat. Namun, wabah tersebut kini telah menyebar ke seluruh negeri, yang mana mayoritasnya menimpa sejumlah wilayah yang telah diduduki oleh pemberontak. Secara keseluruhan, ada sekitar 2.000 kasus yang telah dilaporkan hingga saat ini.
Sebagaimana diketahui, konflik yang melanda Suriah telah membuat negara itu begitu rentan. Konflik itu juga kerap menghancurkan banyak infrastruktur negara. Tak terkecuali pompa air dan tempat pengolahan limbah, sehingga negara tersebut harus menghadapi krisis air. Kondisi itu pun kemudian diperparah dengan adanya perubahan iklim.
"Karena konflik, telah terjadi kerusakan besar pada infrastruktur dan infrastruktur kesehatan secara umum. Apabila kerusakan itu menyebar di daerah-daerah ini, terutama di kamp-kamp pengungsian, itu bisa berdampak buruk bagi kesehatan, dan (bahkan bisa) membunuh banyak orang," kata Shahem Mekki, orang yang bertugas menjalankan pusat pemantauan penyakit di wilayah setempat.
Untuk diketahui, perang di Suriah telah menewaskan sekitar 350.000 masyarakat, sejak meletusnya pemberontakan terhadap Presiden Bashar al-Assad pada tahun 2011 silam. Di samping itu, Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengatakan bahwa perang tersebut membuat 55% fasilitas kesehatan Suriah tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Kepala Komunikasi UNICEF di Suriah Eva Hinds mengatakan, pihaknya telah berkerja sama dengan mitra mereka untuk meningkatkan pengangkutan air dan klorinasi di sejumlah titik tersebarnya wabah kolera, demi memastikan akses masyarakat untuk memperoleh air bersih.
"Sudah waktunya untuk bertindak sekarang. Kami berinvestasi besar-besaran dalam langkah-langkah pencegahan penyebaran (wabah) lebih lanjut," kata Hinds, seperti dikutip dalam Reuters, pada Selasa (27/9).