Jakarta, Gatra.com – Sejumlah pemerhati hukum dan kepolisian menyatakan keprihatinnya atas berlarutnya proses pengungkapan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang melibatkan bekas Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo. Mereka mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan terobosan agar kasus ini terungkap secara tuntas dan terang benderang.
Kesimpulan itu disampaikan dalam diskusi publik bertajuk “Obstruction of Justice: Terjalnya Proses Pencarian Keadilan Kasus Joshua” yang diselenggarakan oleh Public Virtue Research Institute dan Komite Pengacara Untuk HAM dan Penguatan Demokrasi (KPUHPD) di Jakarta pada Selasa (27/9).
Hadir sebagai pembicara Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi, Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak, mantan Hakim Agung MA Gayus Lumbuun, penyidik Mabes Polri Novel Baswedan, mantan Kepala BAIS Soleman B. Ponto, pegiat masyarakat sipil Irma Hutabarat, dan Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid.
Menurut Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi, kasus pembunuhan terhadap Brigadir J seharusnya sudah jelas. Ia menyampaikan, ada beberapa hal yang terus dikawal seperti penerapan pasal dan delik atas kasus tersebut.
“Bagi kami, kasus ini sudah terang benderang. Yang belum jelas adalah masalah obstruction of justice. Siapa yang dijadikan tersangka dan apa perannya? Pasal apa yang diterapkan?” ujar Edwin.
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta Presiden memberikan terobosan atas penyelesaian kasus tersebut. Usman mengatakan, terobosan dari eksekutif diperlukan lantaran berkas hasil penyidikan polisi telah beberapa kali dikembalikan kejaksaan. Selain itu, pemeriksaan pelanggaran etika tidak mengarah pada tindak pidana perintangan proses keadilan.
“Jika dibiarkan tanpa terobosan dari Presiden, maka bukan mustahil Kapolri hanya akan bekerja seadanya. Dan pengusutan kasus ini terancam menguap,” kata Usman.
Senada dengan itu, aktivis Irma Hutabarat juga mengungkapkan kegelisahannya. Ia khawatir tanpa adanya terobosan, hal tersebut akan menutup pintu bagi pengusutan masalah-masalah lain di tubuh kepolisian.
“Penyelesaian perkara pembunuhan Josua akan membuka terang kasus-kasus lain dan membawa manfaat pada kita melakukan reformasi kepolisian,” ujar Irma. Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun menekankan pentingnya pengawasan. Pengawasan rakyat salah satunya dilakukan melalui media agar pengusutan kasus terungkap dengan baik dan tuntas.
Sementara itu, Soleman B. Ponto menyampaikan, kasus obstruction of justice dilakukan oleh pelaku dan pemeriksa sekaligus. Solusi penyelesaian kasus Brigadir J adalah melakukan reformasi hukum. “Untuk menyelesaikannya diperlukan penyidikan lanjutan. Ke depan, perlu perbaikan sistem jika ada obstruction of justice yang berasal dari pelaku dan pemeriksa,” kata Ponto.
Terakhir, mantan penyidik KPK Novel Baswedan mengingatkan bahwa obstruction of justice merupakan bentuk kelalaian terhadap kewajiban dan tindakan koruptif. “Pada momentum kasus ini, kita diperlihatkan bahwa praktik itu benar-benar terjadi. Ke depannya, harus ada rumusan delik yang spesifik dan yang mengatur perbuatan seperti ini (obstruction of justice),” pungkas Novel.