Jakarta, Gatra.com – Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menyoroti masuknya Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan (Omnibus Law) dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2022-2024. Tulus bahkan mengatakan bahwa pencantuman RUU tersebut dalam Prolegnas dapat mengindikasikan suatu kemunduran.
“Oleh karena itu, kami juga harus bersuara keras, bahwa akan dicantumkan dalam RUU kesehatau itu menjadi sebuah kemunduran yang sangat (besar),” ujar Tulus, dalam konferensi pers jumpa pers di Gedung Dr. R. Soeharto, Jakarta, pada Senin (26/9).
Tulus memandang, perwujudan pelayanan kesehatan yang andal dan baik bagi pasien bukan serta-merta merupakan tanggung jawab pemerintah. Menurutnya, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga tidak dapat berjalan sendiri, dan membutuhkan keterlibatan sejumlah stakeholders.
Baca Juga: IDI: Organisasi Profesi Kesehatan Tak Dilibatkan Menyusun RUU Kesehatan
“Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang andal, yang baik buat pasien, itu bukan serta-merta tanggung jawab pemerintah atau Kemenkes saja. Kemenkes tidak akan mampu kalau hanya berjalan sendiri. (Kemenkes) membutuhkan stakeholder-stakeholder,” kata Tulus.
Hal itu Tulus utarakan, untuk menanggapi munculnya RUU tersebut sebagai salah satu agenda RUU yang dibahas dalam Prolegnas, meski sejumlah organisasi profesi di bidang kesehatan mengaku bahwa pihak mereka belum pernah mendapatkan sosialisasi dari pemangku kebijakan terkait dengan RUU tersebut.
Tulus khawatir, ketidakterlibatan organisasi profesi dalam hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa peran masyarakat madani (civil society) justru akan diambil alih oleh pemerintah. Hal itu, menurutnya tidak sejalan dengan upaya-upaya penguatan peran masyarakat sipil.
“Peran-peran civil society malah akan diambil oleh negara, dan itu yang kemudian justru tidak sejalan dengan upaya-upaya yang harus kita kedepankan, di mana adanya penguatan masyarakat sipil itu sendiri,” ucap Tulus dalam kesempatan tersebut.
Baca Juga: Menlu Retno Tegaskan Komitmen COVAX untuk Bantu Dunia Persiapkan Potensi Pandemi di Masa Mendatang
Di samping itu, apabila pada akhirnya RUU tersebut akan menghapuskan sejumlah UU Profesi yang sebelumnya telah berlaku dan berjalan baik, maka hal tersebut juga dapat disebut sebagai suatu kemunduran.
“Tragis lagi, bahwa (apabila ada) upaya pemberangusan Undang-undang Profesi yang sudah ada itu, itu merupakan suatu langkah mundur dan itu menjadi ancaman yang sangat serius bagi perlindungan pasien di Indonesia,” ujar Tulus.
Sebagaimana diketahui, sejumlah organisasi profesi kesehatan, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), memiliki kekhawatiran, bila RUU tersebut nantinya dapat menghapus Undang-undang yang sebelumnya telah mendukung praktik pelayanan kesehatan oleh praktis pemberi layanan kesehatan di Indonesia.