Jakarta, Gatra.com - Malam Berinai menjadi sebuah tradisi masyarakat muara Sungai Batanghari. Tradisi ini diketahui menjadi sebuah rangkaian dari prosesi pernikahan masyarakat yang umumnya menggambarkan bagaimana mempelai laki-laki datang untuk melamar calon istrinya.
Sekretaris Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Sapril, mengatakan Malam Berinai jadi bagian dari prosesi sakral jelang pernikahan sepasang kekasih. Digelar sejak ratusan tahun lalu di masyarakat Melayu. Malam Berinai selalu dihelat selepas Isya.
“Jadi itu tadi bukan penikahan sesungguhnya. Hanya, kami, sengaja menggelar Malam Berinai untuk menyambut tamu dan mengenalkan budaya kami yang diwariskan turun-temurun,” kata Sapril dalam keterangan tertulisnya, Kamis (22/9).
Sapril menceritakan Ritus Malam Berinai biasanya dilakukan oleh dua keluarga mempelai. Rombongan pengantin pria disambut keluarga perempuan di depan pintu. Perwakilan dari calon kedua mempelai kemudian berbalas pantun khas Melayu. Saling menyindir, negosiasi dan akhirnya menemukan kesepakatan.
Kemudian, pihak dari lelaki juga membawa beragam hadiah. Setelah diterima pihak wanita, rombongan sang pria akan dipersilakan masuk dan dipertemukan dengan wanitanya.
“Malam Berinai ini salah satu adat Melayu Timur, Jambi. Terbagi tiga prosesi. Yang pertama Inai Curi, Inai Kecil dan Inai Besar,” ujarnya.
Prosesi Malam Berinai pun, masih dilakukan oleh masyarakat. Namun saat ini biasanya prosesi dilakukan oleh masyarakat yang memang secara ekonomi mampu. Karena Malam Berinai ini, dari sejarahnya juga dilakukan oleh keluarga kerajaan. Artinya, membutuhkan biaya besar karena memang pesta besar.
“Prosesi ini murni kebudayaan. Tujuannya untuk menghibur masyarakat dan memanjatkan doa agar selalu terhindar dari malapetaka,” bebernya.