Jakarta, Gatra.com- PT Hutama Karya (Persero) dalam waktu dekat bakal mencetak rekor sebagai perusahaan pelat merah yang menerima penyertaan modal negara (PMN) paling besar dengan total mencapai Rp31,3 triliun. Angka itu dinilai bersejarah menjadi PMN paling fantastis untuk satu perusahaan BUMN.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan PT Hutama Karya (HK) diusulkan agar mendapat tambahan PMN sebesar Rp7,5 triliun. Sebelumnya, Hutama Karya mendapatkan PMN sebesar Rp23,85 triliun dan telah disetujui dalam UU APBN 2022.
"Jadi kalau Hutama Karya tadi sudah mendapatkan Rp23,85 triliun, di tambah Rp7,5 triliun, Hutama Karya memecahkan rekor dapat PMN sampai Rp31,3 triliun untuk satu perusahaan. Itu sama dengan anggaran Kemenkeu keseluruhan," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR-RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/9).
Sri Mulyani mengungkapkan tambahan PMN kepada Hutama Karya bertujuan untuk menyelesaikan proyek konstruksi, terutama Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) tahap I. "Kami akan terus melakukan beberapa indikator kinerja," tuturnya.
Selain itu penambahan PMN, Sri Mulyani menyebut bahwa Hutama Karya juga diusulkan mendapatkan tambahan modal berupa BMN (barang milik negara). Adapun BMN yang dimaksud berupa tanah aset properti eks BPPN dengan estimasi nilai sekitar Rp1,93 triliun.
"Ini akan dipakai oleh HK untuk optimalisasi pemanfaatan BMN dan memberikan tambahan pendapatan untuk pendanaan penugasan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera," jelas Sri Mulyani.
Adapun rencana penggunaan PMN sebesar Rp7,5 triliun oleh Hutama Karya akan diperuntukkan dalam pembangunan lima ruas JTTS yang terdiri dari ruas Sigli - Banda Aceh sebesar Rp2,83 triliun; Kisaran - Indrapura sebesar Rp1,27 triliun; Pekanbaru - Dumai sebesar Rp1,36 triliun; Indralaya - Muara sebesar Rp2,3 triliun dan Penanjung - Bengkulu sebesar Rp97 miliar.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rionaldo Silaban menerangkan bahwa urgensi penambahan PMN bagi Hutama Karya karena beberapa ruas JTTS telah beroperasi secara penuh, namun ekuitas dari PMN belum terpenuhi secara keseluruhan.
"Kemudian, progres pembangunan konstruksi pada ruas JTTS tahap I lebih tinggi dari progres ketersediaan pendanaan," ungkap Rionaldo.
Diketahui pada 2020, PT Hutama Karya mengalami kerugian sebesar Rp2,03 triliun, dan Rp2,4 triliun pada 2021. Rionaldo menyebut kerugian itu disebabkan karena sebagian ruas JTTS telah beroperasi sehingga interest (bunga) pinjaman mulai berjalan.
Di sisi lain, dia melanjutkan, sebagian besar ruas JTTS tidak menghasilkan pendapatan sesuai dengan studi kelayakan rencana awal.
"PMN akan menurunkan liabilitas Hutama Karya yang berimplikasi pada turunannya beban bunga yang harus dibayarkan sehingga rasio keuangan Hutama Karya tidak melebihi perjanjian yang dipersyaratkan," imbuh Rionaldo.