Jakarta, Gatra.com - Pemuda Madiun, Muhammad Agung Hidayatullah (MAH), 21, yang jadi tersangka terkait hacker Bjorka dikenakan wajib lapor. Proses itu dilakukan di Polres Kota (Polresta) Madiun.
"Enggak (di Mabes Polri). Di Polres terdekat saja yang mengawasi langsung dan dia bisa berkomunikasi dengan penyidik di Polres Kota Madiun," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Gedung Humas Polri, Rabu, (21/9)
Baca Juga: Soal Pencarian Hacker Bjorka, Polri Sebut Tak Bisa Buru-Buru
Dedi mengatakan tersangka dikenakan wajib lapor dua kali dalam seminggu. Dedi tak membeberkan alasan pemuda itu dikenakan wajib lapor ketimbang penahanan.
"Itu teknis penyidikan, penyidik yang mengatur soal itu," ujar Dedi.
Muhammad Agung Hidayatullah ditangkap pada Rabu malam, (14/9). Saat penangkapan penyidik menyita SIM card seluler, dua handphone milik tersangka MAH, satu lembar kartu tanda penduduk (KTP) atas nama MAH.
Dia langsung digelandang ke Mapolda Jawa Timur dan menjalani pemeriksaan intensif. Diketahui, pemuda itu melakukan perbuatan pidana dengan menyediakan channel Telegram atas nama Bjorkanism. Channel itu digunakan untuk mengunggah informasi yang berada pada bridge two.
Baca Juga: Ini Alasan Polri Belum Buka Kewarganegaraan Hacker Bjorka
Tersangka juga mengunggah informasi di channel @Bjorkanism sebanyak tiga kali. Unggahan pertama pada Kamis, (8/9) dalam "Top Being Idiot". Kedua, pada Jumat, (9/9) dalam "The Next Leaks Will Comfrom The President of Indonesia". Ketiga, Sabtu, (10/9) dalam "To Support People Who Has Stabbling By Holding Demonstration In Indonesia Regarding The Price Fuel Oil, I Will Publish My Pertamina Database Soon".
Bjorka adalah pemilik akun Twitter yang mengeklaim telah meretas data-data terkait kependudukan Indonesia, termasuk surat menyurat milik Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan surat Badan Intelijen Negara (BIN). Sosok Bjorka masih diburu tim khusus (timsus) bentukan pemerintah.
"Adapun motifnya (MAH), motif tersangka membantu Bjorka agar dapat menjadi terkenal dan mendapatkan uang," kata juru bicara Divisi Humas Polri Kombes Ade Yaya Suryana dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat, (16/9).
Pemuda itu dijerat Pasal 46, 48, 32 dan 31 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan ancaman maksimal penjara 8 tahun dan atau denda paling banyak Rp2 miliar.