New York, Gatra.com - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada hari Selasa bertemu untuk pertama kalinya selama satu dekade dengan seorang perdana menteri Israel, dengan Yair Lapid yang membahas bantuan pada warga yang ditahan oleh militan Palestina, Hamas.
Kedua pemimpin bertemu di sela-sela Sidang Umum PBB, sebulan setelah kedua negara mengumumkan pemulihan hubungan diplomatik setelah bertahun-tahun terjadi ketegangan.
“Lapid mengangkat masalah orang Israel yang hilang dan ditawan dan pentingnya membawa mereka pulang," kata kantor perdana menteri dalam sebuah pernyataan, dikutip Reuters, Rabu (21/9).
Baca Juga: Pulihkan Hubungan dengan Israel, Turki Bersumpah Tetap Mendukung Palestina
Pemimpin Israel itu juga menyuarakan keprihatinan tentang musuh bebuyutan Iran dan berterima kasih kepada Presiden Erdogan atas kerja sama intelijennya.
Turki pada tahun 1949 menjadi negara mayoritas Muslim pertama yang mengakui Israel.
Namun hubungan memburuk di bawah Erdogan, yang telah menjauh dari sekularisme negaranya sejak ia menjadi pemimpin tertinggi pada 2003. Ia terakhir bertemu dengan perdana menteri Israel pada 2008.
Baca Juga: Otoritas Palestina Larang Warganya Pakai Bandara Israel Tujuan Turki
Hubungan memburuk tajam pada tahun 2010 setelah kematian 10 warga sipil menyusul serangan Israel di kapal Mavi Marmara Turki, bagian dari armada yang mencoba menembus barikade dengan membawa bantuan ke Jalur Gaza.
Erdogan telah mempertahankan hubungan dengan Hamas, gerakan yang mengontrol Jalur Gaza yang berpenduduk padat. Kelompok itu diyakini menahan dua warga sipil Israel.
Baca Juga: Erdogan Bertemu dengan Para Pemimpin Hamas
Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB, Erdogan memperbarui seruan dalam pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Tetapi dia juga mengatakan bahwa Turki bertekad untuk terus mengembangkan hubungan dengan Israel demi masa depan, perdamaian dan stabilitas tidak hanya kawasan, begitu juga terhadap Israel, rakyat Palestina, dan Turki.
Erdogan dalam beberapa bulan terakhir juga telah bergerak untuk berdamai dengan saingan regional termasuk Arab Saudi. Beberapa analis percaya dia memprioritaskan upaya untuk mengatasi kesengsaraan ekonomi di dalam negeri, sebelum pemilihan tahun depan.